Lindungi Komoditas Nasional ini, DPR RI dukung Baleg Prioritaskan RUU Perkelapasawitan Masuk Prolegnas 2018

Laporan:
Minggu, 24 Desember 2017 | 13:26 WIB
Hamdhani
Hamdhani

Jakarta, sinpo.id - Langkah Baleg DPR RI memasukan RUU Perkelapasawitan ke dalam Prolegnas 2018 mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Sebab, sebagai komoditas strategis nasional, kelapa sawit perlu dilindungi negara melalui sebuah regulasi dalam bentuk undang-undang (UU).

Anggota Komisi IV DPR Hamdhani mengatakan ada beberapa alasan pentingnya dibentuk RUU Perkelapasawitan. Menurutnya, selain sebagai komoditas strategis nasional yang perlu dilindungi, keberadaan UU ini juga akan melindungi kepentingan petani sawit.

"Harus ada payung hukum khusus, hak-hak petani mestinya dilindungi, karena di perkebunan sawit ini tidak hanya dilakukan oleh pengusaha besar, tapi juga ada para petani baik plasma maupun petani mandiri," katanya dalam keterangan kepada sinpo.id

Sawit, saat ini telah menjadi industri besar yang menyerap sekitar 30 juta tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung. Bahkan sejak 2016, komoditas tersebut menyumbang Rp 260 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Jumlah ini menempatkan sawit sebagai komoditas yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB nasional, melampaui sektor pariwisata, minyak dan gas bumi (migas). Oleh karena itu, lanjut Hamdhani, pemerintah sebaiknya mendukung RUU ini.

Menurut Politisi Nasdem ini, jika tidak dibuatkan UU khusus, lambat laun industri sawit dapat tergerus oleh komoditas sejenis yang dihasilkan negara asing. "Eropa dan Amerika toh juga mati-matian melindungi komoditas rapeseed, bunga matahari, canola dan kedelai mereka," kata dia. Negara-negara tersebut selama ini melakukan kampanye negatif terhadap sawit Indonesia.

Dalam UU khusus ini juga, mengamanatkan badan khusus yang mengatur soal sawit dari hulu hingga hilir. Adanya badan khusus ini, diyakini akan memudahkan pemerintah dalam mengatur industri yang telah terbukti menjadim

 penopang perekonomian nasional ini.

Hamdhani menambahkan, saat ini, industri sawit diurusi oleh banyak kementerian atau lembaga negara. Ironisnya, kebijakan di antara kementerian atau lembaga tersebut saling bertolak belakang dan tumpang tindih.

Nantinya, dalam RUU tersebut, pihaknya akan memperjuangkan adanya dana bagi hasil untuk daerah penghasil sawit. Saat ini ada 18 provinsi yang menghasilkan sawit. Namun belum ada dana bagi hasil yang diberikan ke daerah-daerah tersebut.

"Harusnya ada dana bagi hasil sebagaimana yang terjadi di sektor migas. Apalagi industri sawit ini sudah melampaui sektor migas. Dana bagi hasil ini untuk pembangunan daerah," tutupnya.

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI