Tolak Timnas Israel di Jateng, Eks Exco PSSI: Ganjar Bentuk Diskriminasi Kekuasaan

Laporan: Juven Martua Sitompul
Kamis, 30 Maret 2023 | 15:31 WIB
Subardi/NasDem
Subardi/NasDem

SinPo.id -  Sikap Gubernur Jawa Tengah (Jateng) yang menolak keras timnas Israel bermain di wilayahnya dinilai bentuk diskriminasi dan intervensi kekuasaan. Sikap itu dianggap bermuatan politik dan bertentangan dengan peraturan FIFA yang diratifikasi PSSI, khususnya di Pasal 7.

"Gubernur Jawa Tengah dan Gubernur Bali (Wayan Koster) yang menolak keras timnas Israel bermain di wilayahnya merupakan bentuk diskriminasi dan intervensi kekuasaan. Sikap yang bermuatan politik tersebut bertentangan dengan peraturan FIFA yang diratifikasi PSSI, khususnya di Pasal 7," kata mantan anggota Exco PSSI Subardi melalui keterangan tertulis, Jakarta, Kamis, 30 Maret 2023.

Subardi mengatakan pada Pasal 7 ayat 2 disebutkan PSSI harus menjaga independensi dan netralitas serta menghindari segala campur tangan politik.

Sedangkan, pada ayat 4 mengatur bahwa segala bentuk diskriminasi terhadap suatu negara, kelompok, ras, bahasa, agama, dan lainnya sangat dilarang dan dapat disanksi oleh FIFA.

"Kalau bicara sepak bola ya hukumnya sepak bola. Jangan campurkan dengan kekuasaan politk. Pelarangan Israel itu bentuk diskriminasi dalam aturan FIFA. Israel anggota FIFA, maka harus diberlakukan sama. Tidak boleh ada inetervensi, penolakan, dan lain-lain. Lihat dalam Pasal 7 Statuta,” kata Subardi yang turut menyusun statuta FIFA saat masih di PSSI pada 2003.

Subardi yang pernah menjabat Ketua Komite Kompetisi PSSI 2007-2011 itu menegaskan sikap Ganjar berakibat fatal.

Dia yakin komentar penolakan Ganjar sebagai dalah satu penyebab FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah. Sekalipun, dalam keterangan resminya, FIFA menyebut alasan mencabut status tuan rumah karena 'situasi terkini'.

Subardi menilai intervensi tersebut karena banyak yang tidak paham aturan sepak bola. Dalih menolak Israel untuk faktor kemanusiaan, kata dia, justru membuka ruang diskriminasi. 

Dia menekankan dalam sepak bola, semua ras, suku, agama, bahasa mendapat kesempatan yang sama untuk bermain.

"Ada prinsip independen dan kesetaraan sebagaimana dimuat dalam Statuta. Sepak bola itu beda dengan politik. Jangan dibenturkan,” tegas Subardi.

Dia berpendapat buntut pencoretan sebagai tuan rumah, Indonesia kehilangan momentum untuk tampil di event bergengsi FIFA. Kerugian lainnya, Indonesia akan dicoret dari sepak bola internasional.

Timnas Indonesia tak bisa ambil bagian pada kompetisi apa pun. Begitu juga pada level klub. Wakil Indonesia bahkan mungkin akan dicoret dari Liga Champions Asia atau AFC Cup. Dengan ancaman ini, pembinaan sepak bola Indonesia akan merosot.

"Penunjukan kita sebagai tuan rumah itu sebuah anugerah. Belum tentu 100 tahun kita menjadi tuan rumah. Ini yang kita perjuangkan, akhirnya lenyap seketika," kata Subardi.

Di sisi lain, polemik penolakan timnas Israel memang sempat diluruskan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, polemik tersebut sudah terlanjur menyebar di media internasional. Dia menilai pernyataan resmi Jokowi tak bisa memperbaiki keadaan.

"Anggaran persiapan sudah mencapai 1,4 Triliun. Bagaimana pertanggung jawabannya? Apa kepala daerah itu bisa tanggung jawab? Kalau sudah gaduh begini, kita dipermalukan di mata dunia," kata dia.

Terakhir, dia mengungkapkan keputusan FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 tidak hanya merugikan sepak bola Tanah Air.

Pencoretan itu juga mencoreng nama baik Indonesia di mata dunia. PSSI harus bersiap jika FIFA akan menjatuhkan sanksi.

"Kita menanggung malu di mata dunia. Kita juga bersiap menerima sanksi dari FIFA. Ini sangat memalukan," kata Subardi.sinpo

Komentar: