Hari Arsitektur Indonesia

Liem Bwan Tjie, Pelopor Arsitek Modern Generasi Pertama

Oleh: Ulil Albab Asyidiq
Sabtu, 18 Maret 2023 | 12:25 WIB
Liem Bwan Tjie (SinPo.id/Obbe Nurbruis)
Liem Bwan Tjie (SinPo.id/Obbe Nurbruis)

SinPo.id -  Sejarah Arsitektur patut mengenang nama Liem Bwan Tjie sebagai pelopor arsitek modern generasi pertama di Indonesia.  Liem Bwan Tjie mulai serius terhadap arsitekur  pada tahun 1916 selepas lulus dari HBS Belanda, ia bekerja pada kantor arsitek ternama.  Mulai dari B.J. Qunedag, Michael de Klerk, Gulen en Geldkamer dan Ed.Cuypers.

"Ia bekerja selama empat tahun pada kantor-kantor arsitek di Amsterdam tersebut," tulis Handinoto dalam Liem Bwan Tjie Arsitek Modern Generasi Pertama di Indonesia yang dmua di jurnal Universitas Kristen Petra.

Handinoto menyebut saat Liem masih bekerja, atmosfir arsitektur modern ketika hangat-hangatnya berkembang di Belanda, beberapa di antaranya Art And Craft, Art Nouveau, Art Deco, Bauhaus, Amsterdam School, De Stijl. Liem lantas menyerap ilmu arsitektur modern tersebut.

Pada 1920, Liem memutuskan melanjutkan pendidikan lanjut di Sekolah Tinggi Teknik Delft. Saat menjadi mahasiswa, Liem bergabung dengan perkumpulan mahasiswa Chung Hwa Hui, sebuah perkumpulan mahasiswa peranakan Tionghoa asal Hindia Belanda.

Beberapa saat kemudian Liem ditunjuk sebagai pengurus Chung Hwa Hui. Pada tahun 1924, dengan organisasi itu Liem bersama kawannya pergi ke Paris yang tertarik dengan pesona Ecole des Beaux-Arts dan suasana intelektual.

Kurang lebih dua tahun tinggal di Perancis Liem tak menyia-nyiakan waktu dengan berdiskusi dengan kawannnya dari berbagai bangsa. "Ikut membentuk kepribadiannya kelak sebagai seorang arsitek aliran modern di Nusantara, " tulis Handinoto.

Setelah dari Paris, Liem bersama kawannya kemudian pergi ke Tiongkok. Kepergiannya dibiayai oleh Chung Hwa Hui sebesar f 125-. Liem memilih Universitas Yenching dan disana menempuh ilmu selama setahun.

Sutrisno Mutiyoso dalam artikel Liem Bwan Tjie dalam buku Leo Suryadinata dalam Southeast Asian Personalities of Chinese Descent: A Biographical Dictionary, tujuan Liem ke Universitas Yenching untuk mempersiapkan diri menjadi dosen.

Setelahnya Liem dikirim ke Shao Kwan untuk merencanakan sebuah jembatan di sana. Sayang, tak lama ketika menjajaki China, Jepang mulai menginvasi negara tujuan itu sehingga keadaan memburuk membuat Liem didesak oleh keluarganya untuk kembali ke Semarang.

Liem patuh memenuhi permintaan orang tuanya, sehingga ia kemudian kembali ke Semarang. Liem kemudian memutuskan untuk bekerja pada tahun  1929 di N.V. Volkhuisvesting yang saat itu berada di bawah Gementee Semarang.

Hanya cukup setahun bagi Liem, ia kemudian keluar dan mendirikan kantor arsiteknya sendiri. Di tahun itu pula, badai depresi krisis malaise mulai menghantui situasi ekonomi selama tahun 1930an.

Meski begitu, Liem tak khawatir sebab kliennya sebagian besar merupakan orang Tionghoa kaya. Anggapan Liem benar, hal ini dapat dilihat pada permintaan klien Liem yang sebagian besar berupa pembangunan rumah tinggal atau villa.

Di luar pesanan rumah dan villa, Liem juga pernah menerima pesanan arsitek yang beragam mulai dari pendirian Pabrik Kopi Margorejo (Semarang), Kantor Pusat Oei Tiong Ham Concern (Semarang), Bangunan Krematorium (Cirebon), Pemandian Kotamadya (Pekalongan).

Ketenaran Liem tak terlepas karena arsitektur modernnya  sangat terpengaruh oleh gaya arsitek Amsterdam School, yang menggunakan ornamentasi kualitas hidup yang dinamis diekspresikan secara gamblang.

Handinoto menguraikan bahwa Liem dengan arsitektur modernnya menyesuaikan dengan iklim tropis yang ada di Hindia Belanda. Sehingga elemen bangunan seperti overstek cukup lebar untuk melindungi banguanan dari sinar matahari serta untuk melindungi tampias air hujan yang masuk melalui pembukaan jendela.

Ketenaran itulah yang membuat klien menjangkau luas luar dari Semarang, seperti Pekalongan, Cirebon, Surabaya, Cirebon, Malang, Batavia.

Tuntutan pekerjaan yang semakin lama semakin banyak, membuat Liem memutuskan untuk pindah ke Batavia pada tahun 1938. Hingga 1941 sebelum pendudukan Jepang, Liem tercatat telah menerima sebelas klien.

"Pendudukan Jepang mengakhiri aktivitas arsiteknya dan membuatnya bersembunyi untuk beberapa saat, " tulis Sutrisno Mutiyoso.

Pasca kemerdekaan Indonesia, banyak arsitektur Belanda yang pulang ke Belanda. Ini kemudian menjadi keuntungan bagi Liem karena tak banyak arsitektur Indonesia.  Lebih lagi Indonesia saat itu sedang membangun banyak bangunan baru. Tak ayal kemudian Liem  ditunjuk merancang rumah tinggal untuk Presiden Indonesia, Soekarno pada tahun 1947.

Selama tahun 1950an sampai 1965, Liem disibukkan menerima banyak pekerjaan. Proyeknya tersebar di banyak kota besar di Indonesia, seperti Semarang, Surabaya, Palembang, Medan , Ambon, Menado dan sebagainya.

Permintaan klien Liem mulai didominasi bangunan besar. Misalnya pembangunan Kantor Kementerian Dinas Pertanian (Jakarta). Rumah Sakit ‘Zenuwlijders Instituut’ Karang Panjang (Ambon), Institut Perguruan Cikini (Jakarta).

Perintis Ikatan Arsitek Indonesia

Di luar pekerjaannya sebagai arsitek, Liem pada tahun 1959 menjadi perintis dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), satu satunya organisasi arsitek profesional di Indonesia.  Keberhasilan dalam membangun organisasi tersebut tak terlepas dari pengalaman Liem yang pernah terpilih menjadi anggota  Dewan Arsitek dari Perhimpunan Arsitek Belanda (BNA), anggota perhimpunan Arsitek Hindia Belanda (NIAK), serta anggota Institut Insinyur Kerajaan Belanda (KIVI).

Pada 1964, Gereja Katholik di Jalan Kramat Jati selesai dibangun oleh Liem. Setelah itu, Liem mendapat nasehat dari kawan lamannya di Belanda untuk dapat mengambil istirahat dari pekerjaan yang menyibukkan dan sekaligus mengundang Liem untuk datang ke Belanda.

Liem menerima nasehat itu dan ia berencana untuk pergi ke Belanda selama enam bulan sekaligus mengikuti kedua anak perempuannya yang melanjutkan pendidikannya di sana.

Di Belanda, Liem sempat membangun rumah tinggal untuk isterinya yang ditempati di Belanda. Setelah beberapa saat, Liem merasa sakit di Belanda dan ingin kembali ke Indonesia.  Sayang kepulangan Liem terlambat dan ia harus menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1966 di Belanda.

"Berkas arsip karyanya yang cukup banyak sekarang disimpan pada Nederlands Architectuurinstituut (NAi) di Belanda, " tulis Handinoto

Masa Kecil Liem Bwan Tjie

Liem Bwan Tjie lahir di Semarang pada 6 September 1891 dari ayah yang bernama Liem Tjing Soei yang bekerja pada perushaaan dagang yang cukup besar yang dimiliki keluarga Liem Kiem Ling.

Ketertarikannya pada arsitektur sudah ada sejak kecil ketika lulus dari pendidikan dasar, Liem memilih masuk ke pendidikan teknik.

Tak cukup puas pendidikan di Hindia Belanda, Liem melanjutkan pendidikannya ke Eropa, tepatnya ke HBS Harlem di Belanda. Pilihan Liem kecil dalam mengambil pendidikan  telah membuktikan Liem tak salah membuat pilihan.

Hasil karya arsitektur Liem sekaligus tinggalan organisasi IAI telah membawa nama Liem patut dikenang hingga masa kini.sinpo

Komentar: