Waspada Penipuan Surat Tilang Elektronik Berformat APK di Whatsapp

Laporan: Tri Setyo Nugroho
Jumat, 17 Maret 2023 | 18:37 WIB
Ilustrasi ETLE (NTMC Polri)
Ilustrasi ETLE (NTMC Polri)

SinPo.id - Aksi penipuan modus mengirim surat tilang electronic traffic law enforcement (ETLE) melalui aplikasi perpesanan WhatsApp (WA) menghantui masyarakat beberapa hari belakangan ini. Modus kriminal penipuan dikirimkan dalam berbentuk dokumen dengan format APK.

Padahal surat tilang ETLE yang resmi dikirimkan polisi langsung melalui PT Pos Indonesia ke alamat pemilik kendaraan beserta bukti seperti yang tertulis di etle-pmj.inf. Pembayaran denda tilang juga bisa dibayar menggunakan BRI virtal account (BRIVA) atau transfer bank lain, setelah konfirmasi di situs resmi ETLE atau datang langsung ke Sub Direktorat Penegakan Hukum.

Dilansir dari kominfo.go.id, kode pembayaran denda ETLE hanya dikirimkan melalui SMS dan dikirim dari sistem Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Jadi, perlu diingat oleh masyarakat bahwa ETLE dan kode pembayarannya tidak pernah dikirimkan melalui WhatsApp. Oleh karena itu pesan whatssap melampirkan format .apk sebagai surat tilang adalah penipuan.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melalui akun Twitter resminya @kontakBRI mengimbau masyarakat tidak menginstal dokumen APK yang dikirimkan orang tak dikenal mengatasnamakan polisi. Hal tersebut supaya terhindar dari kebocoran atau pencurian data. Sebelumnya juga pernah marak penipuan yang melampirkan dokumen APK dengan kedok surat undangan pernikahan dan kurir paket.

Di media sosial banyak yang membagikan pesan-pesan yang datang mengenai dokumen APK tersebut, bahkan ada yang sudah telanjur menekan dokumen APK yang dikirimkan. Akun @cayxxx yang menceritakan ibunya tidak sengaja memencet dokumen APK yang dikirimkan oleh penipu. Akibatnya, pemakaian kartu Telkomsel Halo mencapai Rp1 juta untuk transaksi game online.

Penipuan ini bisa termasuk phising dan sniffing. Melansir kominfo.go.id, modus penipuan berupa phising dilakukan oleh oknum yang mengaku dari suatu lembaga resmi dengan menggunakan telepon, email, atau pesan teks untuk mendapatkan data pribadi. Sementara itu, sniffing merupakan tindakan peretasan untuk mengumpulkan informasi, seperti data penting korban, password m-banking, dan lainnya, secara ilegal melalui jaringan yang ada pada perangkat korban.

Kementerian Kominfo mendorong untuk meningkatkan budaya data privacy dan pembudayaan tersebut bisa berlangsung dalam level organisasi atau individu. Masyarakat juga harus lebih waspada jika mendapatkan informasi. Pastikan lagi dengan menghubungi media sosial atau hotline resmi lembaga atau organisasi tersebut.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI