Pecahkan Misteri Evolusi, Ilmuwan Gunakan Sisa Protein pada Tengkorak Manusia Purba

Laporan: Galuh Ratnatika
Senin, 06 Maret 2023 | 07:57 WIB
Ilustrasi kerangka manusia purba (Rek Features)
Ilustrasi kerangka manusia purba (Rek Features)

SinPo.id - Para ilmuwan menggunakan jejak kecil protein yang tertinggal di tulang dan gigi manusia purba untuk mengungkap rahasia evolusi spesies manusia, dengan teknik baru yang dikenal sebagai proteomik.

Analisis sisa-sisa mikroskopis yang dikembangkan dari analisis DNA kuno tersebut, dinilai dapat membantu memecahkan misteri evolusi besar seperti identitas nenek moyang Homo sapiens dan Neanderthal.

Pasalnya, analisis DNA yang dikembangkan selama 20 tahun terakhir, berhasil mengungkap rahasia tentang masa lalu umat manusia. Termasuk penemuan terkait banyaknya manusia modern yang memiliki gen Neanderthal dan diketahui kedua spesies tersebut telah kawin silang selama 100.000 tahun terakhir.

Proses analisis dengan teknik proteomik yang menjadi proyek besar Inggris, akan dilakukan oleh tim ilmuwan yang berbasis di dua pusat penelitian utama di London, yakni Institut Francis Crick dan Natural History Museum.

"Kami akan menghabiskan tiga tahun ke depan dengan hati-hati menilai berapa banyak protein yang bisa kami dapatkan dari fosil dan apa yang bisa kami pelajari dari sampel yang kami peroleh," kata Profesor Chris Stringer, dari Natural History Museum, dilansir dari The Guardian, Senin 6 Maret 2023.

“Mudah-mudahan, dengan mempelajari protrin purba, kita bisa belajar banyak tentang masa lalu kita," imbuhnya.

Selain itu, perkembangan proteomik juga mengikuti keberhasilan para ilmuwan dalam menganalisis DNA yang diekstraksi dari fosil manusia purba. Karena dengan mempelajari sisa-sisa materi genetik dari fosil, para ilmuwan telah menemukan bahwa pria dan wanita non-Afrika membawa beberapa gen Neanderthal.

Bahkan mereka juga mengungkapkan keberadaan spesies manusia purba yang benar-benar baru, yang dikenal sebagai Denisovans, dari bahan genetik yang ditemukan di fragmen gigi dan tulang manusia purba di gua Siberia.

Menurut ilmuwan Pontus Skoglund dari Institut Francis Crick, analisis DNA purba memiliki sejumlah keterbatasan, lantaran DNA sangat rapuh dan cepat membusuk, terutama dalam kondisi hangat.

Kelemahan tersebut merupakan masalah khusus untuk mempelajari Homo sapiens, spesies yang berevolusi di Afrika. Padalnya, DNA purba jarang ditemukan pada tengkorak dan tulang dari penggalian di sana karena kondisi suhu yang hangat. Sehingga para ilmuwan menggunakan metode lain dengan protein untuk mempelajari biologi pria dan wanita kuno.

"Tubuh kita terbuat dari protein yang pembuatannya dikendalikan oleh DNA kita. Sehingga, dengan menguraikan strukturnya, dapat diperoleh susunan individu purba. Karena protein bertahan lebih lama dalam kondisi hangat," ungkap Stringer.

Di samping itu, metode penelitian menggunakan protein juga menawarkan harapan untuk mendapatkan wawasan baru ke dalam beberapa spesies yang baru ditemukan.

Termasuk Homo naledi, hominin berusia 300.000 tahun yang ditemukan di Afrika Selatan pada 2013, serta asal muasal Homo Floresiensis, spesies manusia purba berukuran kecil, dan dijuluki kaum hobbit, yang hidup 18.000 tahun lalu, dan ditemukan di Pulau Flores, Indonesia.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI