Kebebasan Beragama di Indonesia Tidak Bertentangan dengan HAM

Laporan: Bayu Primanda
Rabu, 01 Februari 2023 | 20:59 WIB
Seminar nasional Kebebasan Beragama di Unwahas, Semarang/Humas Unwahas
Seminar nasional Kebebasan Beragama di Unwahas, Semarang/Humas Unwahas

SinPo.id -  Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Masykuri Abdillah mengatakan bahwa kebebasan beragama di Indonesia tidak bertentangan dengan deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM).

Selain itu, kebebasan beragama di Indonesia juga tidak bertentangan dengan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (the International Covenant on Civil and Political Rights-ICCPR) dalam pasal 18 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang HAM.

Oleh karenanya, masalah kebebasan beragama yang sering dipermasalahkan banyak pihak perlu dikaji dengan negara pembanding.

Hal itu disampaikan Masykuri dalam seminar nasional berjudul “Batas-Batas Kebebasan Beragama dalam Pandangan Non-Barat: Respon pada Acara International Religious Freedom Summit 2023 di Amerika” yang digelar pada Selasa, 31 Februari 2023.

“Jika yang sering dipersoalkan oleh aktivis kebebasan beragama soal sulitnya perizinan tempat ibadah dari kelompok minoritas seperti tempat ibadah gereja, maka harus ada pembanding dengan negara lainnya,” ungkap Masykuri.

Masykuri membandingkan data bahwa faktanya mendirikan tempat ibadah geraja di Indonesia lebih mudah ketimbang mendirikan masjid di Amerika dan negara-negara Eropa.

“Jumlah gereja di Indonesia itu terbesar ketiga di dunia,” ujar Masykuri.

Senada dengan Masykuri, Dekan Unwahas Semarang, Iman Fadilah mengatakan bahwa Indonesia negara yang penduduknya mayoritas Muslim tidak memiliki persoalan dengan konsepsi kebebasan beragama.

“Dalam literasi Islam khususnya klasik, Islam juga senafas dengan konsep-konsep kebebasan beragama yang diakui internasional,” jelasnya.

Menanggapi hal itu, Direktur Center for Religious Moderation Studies, Tedi Kholiludin menyebut tata letak perbedaanya secara konsepsi antara kebebasan beragama model Barat dengan non-Barat, khususnya Indonesia bahwa konsepsi keagamaan memasukan nilai-nilai agama dalam kebebasan beragama.

“Jadi model kebebasan beragama di Barat dikonsepsikan oleh paham sekuler dimana agama hanya berada di ruang privat dan dalam pandangan yang lebih esktrem, agama adalah musuh dari sekulerisme,” ujar Tedi.

Sama dengan Tedi, Direktur Sino Nusantara Institut, Ahmad Syaefudin Zuhri menyarankan perayaan besar dalam International Religious Freedom Summit di Amerika yang digelar 31 Januari-2 Februari 2023 harus memberikan ruang konsepsi yang majemuk tentang kebebasan beragama.

“Jadi konsep kebebasan beragama masih menganut sistem unipolar yang dipaksa disamakan oleh pihak Amerika dan negara-negara Barat,” ujar Zuhri.sinpo

Komentar: