Suap Pengurusan HGU di BPN Riau, KPK Periksa Empat Saksi
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap empat saksi terkait kasus dugaan penerimaan suap dalam pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau.
Keempat saksi diperiksa sebagai saksi untuk M Syahrir (MS) yang merupakan tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dalam pengurusan dan perpanjangan HGU lahan seluas 3300 Hektare di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
"Hari ini pemeriksaan saksi TPK Pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha PT.Adimulia Agrolestari Tahun 2021, untuk tersangka MS," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa 24 Januari 2023.
Adapun keempat saksi tersebut antara lain, karyawan swasta bernama Muhammad Haris Kampay; karyawan honorer di Kantor Pertanahan Pekanbaru, Julia Dwi Cantika; PNS/Kabag TU Kanwil BPN Riau, Sutrilwan; dan pengawai BUMN, Charistina Liem.
Ali mengatakan, pemeriksaan terhadap empat saksi tersebut dilakukan di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan M Syahrir sebagai tersangka terkait dugaan penerimaan suap dalam pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) lahan seluas 3300 Hektare di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Selaku Kepala Kantor Wilayah BPN Riau, M Syahrir diminta Sudarso (SDR) selaku General Manager PT Adimulia Agrolestari atas perintah Frank Wijaya selaku pemegang saham PT Adimulia Agrolestari untuk mengurus HGU PT Adimulya Agrolestari seluas 3300 Hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang masa berlakunya berakhir di 2024.
Selain itu, KPK juga mengungkap M Syahrir diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp 9 miliar. Gratifikasi diterima selama M Syahrir menjabat sebagai KaKanwil BPN di beberapa provinsi dalam kurun waktu tahun 2017-2021.
KPK memastikan, hingga saat ini dugaan adanya penerimaan gratifikasi oleh M Syahrir tersebut masih terus didalami dan dikembangkan penyidik lembaga antirasuah.
Sebagai Penerima suap M Syahrir dijerat dengan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.