Kasus TPPU Nurhadi, KPK Cari Keberadaan Dito Mahendra
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mencari keberadaan Dito Mahendra, saksi dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi (NHD).
Juru bicara KPK, Ali Fikri mengatakan Dito sudah dipanggil sebanyak tiga kali yakni, pada tanggal 8 November 2022, 21 Desember 2022, dan terakhir pada 5 Januari 2023. Namun, lagi-lagi Dito kembali mangkir dari pemeriksaan.
"Kemarin juga mangkir," kata Ali kepada wartawan, dikutip Minggu 8 Januari 2023.
Ali mengatakan, KPK juga sudah sempat mendatangi kediaman saksi, namun Dito tidak berada di rumahnya, bahkan tidak diketahui keberadaannya.
"KPK sebenarnya juga sudah mendatangi rumah sesuai dengan data administrasi kependudukan. Namun, tidak diketahui keberadaanya," kata Ali.
Ali mengingatkan Dito agar kooperatif atau setidaknya mengkonfirmasi kepada KPK terkait keberadaannya dan kapan dapat dilakukan pemeriksaan.
"Karena keterangannya sangat dibutuhkan untuk menjadi lebih jelas dan terangnya perbuatan tersangka NHD terkait dengan TPPU," katanya.
"Masyarakat yang mengetahui keberadaan saksi ini, bisa menyampaikan pada yang bersangkutan agar mengonfirmasi pada KPK," lanjtunya.
Kasus TPPU ini merupakan pengembangan dari perkara suap penanganan perkara yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi sebelumnya. Dalam kasus suapnya, Nurhadi dinyatakan terbukti menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp45.726.955.000 bersama menantunya, Rezky Herbiono.
Suap dan gratifikasi tersebut diberikan oleh Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama (Dirut) PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) untuk membantu Hiendra mengurus perkara. Uang suap itu diberikan secara bertahap sejak 22 Mei 2015 hingga 5 Februari 2016. Selain menerima suap senilai Rp 45 miliar lebih, Nurhadi dan Rezky menerima gratifikasi senilai Rp37,2 miliar.
Gratifikasi diterima Nurhadi selama tiga tahun sejak 2014 hingga 2017. Uang gratifikasi ini diberikan oleh lima orang dari perkara berbeda. Jika ditotal, suap dan gratifikasi yang diterima sebesar Rp83.013.955.000 atau Rp83 miliar.
Nurhadi sendiri telah dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada Kamis, 6 Januari untuk menjalani pidana penjara selama enam tahun. Selain itu, Nurhadi juga diwajibkan untuk membayar pidana denda sebesar Rp500 juta subsider pidana kurungan selama tiga bulan.