Sistem Proporsional Terbuka Dinilai Menimbulkan Keresahan Sosial

Laporan: Juven Martua Sitompul
Rabu, 04 Januari 2023 | 21:50 WIB
Ilustrasi Pemilu/ Pixabay
Ilustrasi Pemilu/ Pixabay

SinPo.id - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Jimmy Z Usfunan, menyebut sistem proporsional terbuka dalam pemilihan calon legislatif (caleg) menimbulkan beberapa persoalan yang memicu keresahan sosial di masyarakat.

Dia mengatakan keresahan sosial tersebut terjadi lantaran tingginya surat suara tidak sah. Bahkan pada 2019, tercatat 17.503.953 suara tidak sah untuk Pemilu DPR. 

"Dengan fenomena ini maka akan memunculkan sikap apatisme masyarakat nantinya dalam memilih pada Pemilu 2024 yang akan datang, karena khawatir sudah menggunakan hak pilih, namun suaranya menjadi suara yang terbuang," kata Jimmy kepada wartawan, Rabu, 4 Januari 2022.

Tak hanya itu, dia menyebut ketegangan kompetisi antarkader satu partai bakal semakin panas mengingat modal yang dikeluarkan masing-masing caleg cukup besar. Seperti yang terjadi pada 2019, adanya penganiayaan terhadap sesama calon partai, dalam pemilihan anggota DPR RI satu dapil di Provinsi Jawa Timur. Begitu juga penganiayaan caleg di Kabupaten Tanah Bumbu, yang juga satu partai.

“Bayangkan saja, jika konflik itu melibatkan para pendukung, bukankah akan menimbulkan konflik sosial yang besar di masyarakat? Sementara saat ini, Indonesia memiliki 514 kabupaten/kota dan 38 Provinsi, tentunya ini bisa jadi masalah besar nantinya," kata Jimmy.

Keresahan sosial lainnya akibat sistem proporsional terbuka ini, yaitu banyak lagi calon legislatif yang gagal mengalami depresi, gangguan jiwa, bahkan bunuh diri seperti yang terjadi pada 2019.

“Apalagi, besarnya modal yang digunakan, dengan asumsi yang besar menjadi pemenang, sementara caleg yang lain juga berani melakukan adu modal, akibatnya cost politic menjadi makin besar, menjadikan para calon akhirnya rela berutang atau bahkan menggadaikan rumah dan barang-barang berharga lainnya demi kemenangan," kata Jimmy.

Menurut dia, secara faktual ada banyak anggota DPR RI serta anggota dewan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menggadaikan SK jabatannya ke bank pascadilantik. "Coba saja dikonfirmasi para anggota DPR dan DPRD, hal ini dilakukan demi membayar utang dari biaya yang telah dikeluarkan," ucap dia.

Jimmy juga berpendapat sistem proporsional terbuka membuat pemilih kebingungan dalam melakukan pencoblosan. Sebab, ada lima surat suara dalam waktu yang bersamaan harus dicoblos, yakni surat suara presiden dan wakil presiden, surat suara anggota DPR, surat suara anggota DPD, surat suara anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. 

“Belum lagi masing-masing surat suara calon DPR atau DPRD di Provinsi/Kab/Kota berisikan nama-nama calon yang begitu banyak, akhirnya pemilih tidak menggunakan rasionalitasnya dalam memilih, bisa saja. Akhirnya melihat pada foto atau karena popular, serta tidak mungkin jika pemilih nantinya bertindak yang mengakibatkan surat suara itu tidak sah,” ujar Jimmy.

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI