DPR Kritisi Wacana Penghentian Pembiayaan Pasien Covid-19 oleh Pemerintah
SinPo.id - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengkiritisi wacana Pemerintah soal penghentian pembiayaan perawatan pasien Covid-19. Hal itu termasuk pembebanan biaya untuk vaksinasi Covid-19, pemangkasan insentif tenaga kesehatan, dan penghapusan klaim biaya pengobatan pasien Covid-19.
Kurniasih mengingatkan saat ini status Bencana Nasional Non-Alam masih berlaku. Sebab itu, semua kebijakan penanganan bencana semestinya tidak dibebankan ke masyarakat. Sementara, Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum secara resmi mencabut status pandemi Covid-19.
"Jangan lagi menambah beban rakyat tahun 2023. Setelah tahun (2022) ini rakyat dibebani dengan kenaikan harga BBM subsidi dan tekanan ekonomi yang baru menuju kebangkitan," ujar Kurniasih dalam keterangannya, seperti dikutip dari Parlementaria, Rabu, 28 Desember 2022.
Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya memutuskan batas berlakunya dasar perundangan tentang status Bencana Non-Alam Pandemi Covid-19 adalah hingga akhir 2022. Karenanya, pemerintah perlu menjelaskan status Bencana Nasional Non-Alam terkait Pandemi.
"Jadi pemerintah perlu menetapkan dulu apakah status Bencana Non-Alam pandemi Covid-19 di Indonesia dinyatakan selesai atau tidak? Jika masih berlaku status bencana namun menghilangkan kewajiban pemerintah untuk menanggung biaya perawatan termasuk vaksin tentu tidak bijak," ungkap Kurniasih.
Selama status bencana nasional masih ditetapkan, kata Kurniasih, pemerintah perlu menanggung semua biaya perawatan termasuk dalam vaksinasi, insentif tenaga kesehatan, dan biaya obat-obatan Covid-19.
"Sesuai amanat UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana maka pemerintah masih harus bertanggung jawab terhadap proses penanggulangan bencana nasional nonalam ini, tidak melepas tanggung jawab atas nama efisiensi," ucap politisi PKS ini.
Pemerintah, lanjutnya, juga perlu mengacu kepada WHO dan juga menerapkan science based evidence untuk meneruskan atau mencabut status bencana nasional pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Semua parameter sebuah kebijakan dalam kasus pandemi ini wajib dengan parameter ilmiah bukan hanya semata faktor keuangan, sebagaimana dulu pada awal-awal pandemi kita gagap karena terus mementingkan ekonomi dibandingkan kesehatan," kata Kurniasih.