Runtuhnya Keadilan di Mahkamah Agung

Oleh: Nasrul Saftiar Dongoran
Minggu, 13 November 2022 | 15:49 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)

Buat anda pecinta film tentu pernah menonton film Angel Has Fallen yang menceritakan Istana Presiden Amerika Serikat telah hancur dan jatuh setelah diserang musuh rakyat Amerika. Satu hal bagian yang paling menarik dari film ini saat warga amerika serikat seakan tidak percaya dengan waktu singkat Istana Presiden jatuh kedalam pengusaan para penyerang.

Marwah dan nama besar Amerika Serikat seakaan jadi pertaruhan besar ketika Presiden Amerika Serikat berhasil disandera oleh para penyerang.

Tidak kalah menarik dengan film action Angel Has Fallen, baru-baru ini masyarakat Indonesia juga dibuat terkaget-kaget dengan penangkapan Hakim Agung dan Pegawai Mahkamah Agung yang terlibat perkara suap dengan Pengacara dan Pihak swasta sebagai pemberi suap untuk pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka penerima suap yakni Sudrajad Dimiyati selaku Hakim Agung. Kasus ini semakin menghebohkan lagi setelah Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menambah satu tersangka atas nama Gazalba Shaleh selaku Hakim Agung yang diduga terlibat dalam perkara suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

Penetapan tersangka dua Hakim Agung yang terlibat sebagai penerima suap dalam pengurusan perkara telah meruntuhkan keadilan di Mahkamah Agung. Dalam perkara suap di Mahkamah Agung menujukkan telah terjadi jual-beli putusan yang menguntungkan pihak tertentu.

Sekalipun perdebatan terjadi saat Yosep Parera selaku pemberi suap mengakui praktek suap terjadi karena sistem yang buruk setiap aspek di tingkat bawah sampai atas  itu harus mengeluarkan uang.

Praktek jual beli putusan ini seolah menggambarkan jika suap sudah dimasukkan dalam timbangan, maka putusan Hakim Agung akan cenderung berpihak pada pemberi suap. Praktek suap untuk memengaruhi putusan Hakim Agung agar memenangkan pihak tertentu inilah yang kemudian meruntuhkan rasa keadilan masyarakat.

Sering kali masyarakat mengeluhkan percuma menghadirkan alat bukti surat dan saksi yang lengkap jika nantinya tidak dipertimbangkan Hakim. Hakim Pengadilan tingkat pertama dan banding sering berlindung dibalik Hakim dalam memutus itu independen dan tidak bisa di intervensi, jika tidak puas dengan putusan hakim dapat mengajukan banding atau kasasi.

Oleh karena itu Hakim Agung selaku Judex Jurist merupakan benteng terakhir harapan masyarakat mencari keadilan atas putusan Hakim Judex Factie yang tidak berpihak pada masyarakat. Hakim Agung bertugas memeriksa penerapan hukum atas putusan hakim pada tingkat pertama dan banding apakah sudah sesuai aturan hukum dan memberikan keadilan.

Kasus Suap dalam pengurusan perkara yang melibatkan dua Hakim Agung ini telah meruntuhkan rasa keadilan masyarakat. Dampak buruk dari perkara suap ini akhirnya, masyarakat akan mendapatkan jawaban semu yang selama ini menjadi rahasia umum jika PENG-ADIL-AN ini memenangkan perkara kepada pihak yang memberikan suap.

Praktik suap yang melibatkan Hakim Agung untuk pengurusan perkara di Mahkamah Agung ini tidak hanya persoalan lemahnya rekruitmen Hakim Agung yang dilakukan Komisi Yudisial. Faktanya Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi telah beberapa kali menangkap Hakim yang terlibat suap dalam pengurusan perkara, seperti penangkapan Itong Isnaeni selaku Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Lasito selaku Hakim Pengadilan Negeri Semarang serta Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Jadi alasan buruknya rekruitmen yang dilakukan oleh Komisi Yudisial itu terbantahkan dengan penangkapan Hakim tersebut.

Jujur saja saat ini saya menemui dan melihat masih banyak Hakim yang baik dan bersih di Pengadilan, hanya saja praktik suap ini menunjukkan kepada kita semua jika ruang jual beli putusan dengan pemberian suap ini ada. Kampanye Zona Integritas dan Pengawasan terbuka dari masarakat tidak hanya sekedar jargon dari Mahkamah Agung.

Sudah sepantasnya Mahkamah Agung sebagai Kekuasaan Yudikatif ini membuka diri untuk diawasi oleh masyarakat dan menerima masukan-masukan masyarakat untuk meraih kembali kepercayaan masyarakat terhadap pradilan. Pengawasan yang partisipatif dari masyarakat bukanlah merupakan bentuk intervensi terhadap Hakim dalam memutus dan mengadili perkara, melainkan bentuk kecintaan masyarakat untuk menjaga Keadilan itu tetap ada didalam putusan Hakim.

Nasrul Saftiar Dongoran, Managing Partner NET Attorney Law Firmsinpo

Komentar: