PBB Tentang Kebijakan Taliban Soal Pembatasan Hak Perempuan
SinPo.id - Majelis Umum PBB menentang dan meminta otoritas Taliban Afghanistan untuk membatalkan kebijakan yang membatasi hak asasi manusia dan kebebasan mendasar perempuan dan anak perempuan di negara tersebut.
“Afghanistan sekarang satu-satunya negara di dunia yang akan menolak hak penuh anak perempuan mereka untuk pendidikan,” kata Presiden Majelis Umum Csaba Korosi pada pertemuan majelis, dilansir dari VoA, Jumat 11 November 2022.
“Bahkan pospek pendidikan anak perempuan dibiarkan dalam ketidakpastian di tengah dekrit dari Taliban yang tampaknya tidak jelas,” imbuhnya.
Berdasarkan laporan dari negara tersebut, Taliban diketahui telah memperluas pembatasan perempuan pada kehidupan sehari-hari, dengan melarang perempuan pergi ke taman umum dan pusat kebugaran, serta melarang perempuan mencari pendidikan sekolah menengah.
"Untuk mengatakan kepada seorang gadis berusia 12 tahun, 'Kakakmu bisa pergi ke sekolah. Tapi amu tidak bisa pergi ke sekolah.' Bagaimana kita bisa menerimanya?" Tanya Utusan Kanada Bob Rae, kepada majelis.
Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi luas dengan dukungan dari 116 suara, termasuk dari Rusia, Cina dan Pakistan. Meski tidak mengikat secara hukum, resolusi tersebut telah dianggap sebagai seruan untuk melindungi dan memenuhi hak asasi manusia, mengembangkan pemerintahan yang inklusif dan memerangi terorisme.
Selain menyerukan kepada Taliban untuk menghormati hak-hak perempuan, anak perempuan dan minoritas, resolusi tersebut juga menyatakan keprihatinan serius tentang situasi keamanan di negara itu.
Pasalnya, serangan oleh al-Qaida dan ISIS-Khorasan yang merupakan afiliasi ISIS di Afghanistan, saat ini sedang naik daun. Sehingga pihak majelis mendesak Taliban untuk mengambil langkah-langkah konkret terhadap kelompok-kelompok itu.
Di samping itu, majelis juga menyatakan keprihatinan tentang krisis ekonomi yang dihadapi Afghanistan dan menyerukan upaya untuk memulihkan sistem perbankan dan keuangan, serta menghubungkan akses ke aset bank sentral di luar negeri.
Terlebih, Afghanistan juga sedang mengalami krisis kemanusiaan yang mengerikan, tercatat 24 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.