Masih Ada Pasal Krusial, DPR Tak Akan Gegabah Mengesahkan RKUHP
SinPo.id - Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menekankan pihaknya tak akan buru-buru mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Komisi III dipastikan bakal hati-hati dalam menelaah setiap beleid dalam RKUHP tersebut.
"Sehingga, adapun target pengesahan itu menurut kami boleh-boleh saja tapi jangan sampai karena terburu-buru ada hal yang tidak bisa dituntaskan dengan baik dan menimbulkan gejolak di kemudian hari," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 10 November 2022.
Dasco menyebut hingga sekarang Komisi III terus bekerja membahas RKUHP tersebut. Menurut dia, masih ada sejumlah pasal krusial yang mesti dibahas lebih detail.
"Dari hasil pantauan kami dan juga komunikasi teman-teman di Komisi III memang masih ada pasal-pasal yang krusial yang perlu dibahas hati-hati," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy) memaparkan draft Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) teranyar. Ada lima pasal yang dihapus usai pihaknya melakukan sosialisasi ke masyarakat.
Penghapusan itu membuat jumlah pasal di draf RKUHP terbaru berubah dari 632 menjadi 627 pasal. Penghapusan dilakukan terhadap pasal terkait penggelandangan hingga pidana bagi pemilik hewan ternak yang melewati kebun orang lain.
"Penghapusan terhadap pasal-pasal tentang penggelandangan, unggas lewati kebun, ternak yang lewat kebun, termasuk mengenai tindak pidana di lingkungan hidup 2 pasal," kata Eddy dalam rapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu, 9 November 2022.
Berikut 5 pasal yang dihapus dari RKUHP:
1. Pasal 277
Setiap Orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain yang menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
2. Pasal 278
(1) Setiap Orang yang membiarkan ternaknya berjalan di kebun, tanah perumputan, tanah yang ditaburi benih atau penanaman, atau tanah yang disiapkan untuk ditaburi benih atau ditanami dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirampas untuk negara.
3. Bagian Kedelapan Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Pasal 344
(1) Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang melebihi baku mutu lingkungan hidup dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun atau paling banyak kategori VI.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau paling banyak kategori VII.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau paling banyak kategori VII.
4. Pasal 345
(1) Setiap orang yang karena kealpaannya mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang melebihi baku mutu lingkungan hidup dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat bagi orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
5. Pasal 429
Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.
Tak hanya itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengajukan penambahan pasal pidana dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasal itu diharap diakomodir dalam RKUHP.
"PPP mengusulkan pasal baru tentang tindak pidana rekayasa kasus," kata anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani.
Arsul menjelaskan pasal itu mengatur pihak mana pun, termasuk penegak hukum yang merekayasa kasus dengan menciptakan, membuat atau memalsukan alat bukti sehingga seolah-olah membuat seseorang melakukan tindak pidana. Dengan pasal itu maka orang tersebut bisa diancam pidana.
Menurut dia, pasal itu diusulkan lantaran adanya pengaduan kepada Komisi III terkait tuduhan melakukan kejahatan dengan alat-alat bukti yang diciptakan dengan cara menaruh di tempat kejadian perkara (TKP). Padahal, orang tersebut tidak pernah melakukan tindak pidana.