Terkait SPDP, Eddy Kusuma: Hubungan KPK-Polri Tidak Akan Kembali Tegang!
Jakarta, sinpo.id - Eddy Kusuma Wijaya selaku Anggota Komisi III DPR RI, berikan pendapatnya terkait SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan). Menurutnya, SPDP yang dikeluarkan oleh Polri itu adalah hal yang biasa saja, karena telah diatur dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
Pertama-tama Polri menerima laporan masyarakat, kemudian di pelajari pidana atau bukan, periksa awal saksi-saksi dan kumpulkan barang bukti (lidik). Kalau memenuhi unsur pidana minimum 2 alat bukti maka di lanjutkan oleh Polri pada proses Sidik (penyidikan), kalau sudah masuk tahap Sidik, Polri harus mengirimkan SPDP ke Jaksa selaku Penuntut Umum.
Tanggapan Presiden Jokowi terhadap SPDP yang di keluarkan oleh Polri yaitu mengedepankan supremasi hukum dalam melihat SPDP Pimpinan KPK.
Terkait SPDP atau telah dimulainya penyidikan laporan terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Jokowi mempersilahkan Polri untuk tetap melanjutkan atau meneruskan SPDP jika memiliki fakta yang didukung oleh alat bukti yang kuat atau menghentikan SPDP jika Polri tidak memiliki bukti.
Mengapresiasi pernyataan Presiden Jokowi, kita nilai sangat arif dan bijaksana karena mengedepankan supremasi hukum, dimana posisi atau kedudukan setiap warga negara sama di mata hukum.
“Saya setuju dengan pernyataan Presiden, profesional, dalam arti kalau ada bukti ya proses, kalau tidak ada bukti jangan proses,” papar Eddy kepada sinpo.id melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (11/11).
Hal ini memunculkan kekhawatiran hubungan Polri dan KPK akan kembali tegang terkait SPDP tersebut, sikap Presiden Jokowi sudah tepat kalau dimintai pendapatnya tentang SPDP, SPDP itu proses hukum dan hubungan KPK-Polri tidak akan terganggu.
“Dengan begitu, maka pesan lain yang disampaikan Presiden ke Polisi jangan mengada-ada, fakta harus cukup, itu paling penting. Kalau itu sudah ada, tidak ada alasan bagi Kepolisian untuk menghentikan. Itu yang dapat kita maknai dari pernyataan dan pendapat Presiden,” lanjutnya.
Eddy juga mengungkapkan, bahwa apabila KPK salah, ya harus diproses. Tidak berarti hubungan antara KPK-Polri kembali retak.
“Iya betul itu, kalau KPK salah misalnya, ya diproses, jangan diartikan hubungannya rusak. Artinya Polisi mengedepankan prinsip hukum. Prinsip itu kan tidak bisa dikesampingkan dengan status seseorang itu misalnya sebagai komisioner KPK,” tutupnya.

