Polri Tahan Tersangka Korupsi Pemberian Kredit BPD Jateng

Laporan: Jihan Nabila
Rabu, 26 Oktober 2022 | 15:21 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)

SinPo.id -   Bareskrim Polri menahan Dirut PT Samco Indonesia, Boni Marsapatubiono dan Dirut PT Mega Daya Survey Indonesia, Welly Bordus Bambang sebagai tersangka dugaan korupsi pemberian kredit proyek Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah cabang Jakarta tahun 2017-2019. Penahanan itu pengembangan dari terpidana Bina Mardjani, pimpinan Bank Jateng cabang Jakarya yang telah divonis Pengadilan selama 7 tahun.

"Terhadap yang bersangkutan telah dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Cabang Bareskrim Polri," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya, Rabu 26 Oktober 2022.

Menurut Dedi, pada tahun 2017 Boni Marsapatubiono mengajukan fasilitas kredit proyek pada Bank Jateng cabang Jakarta sebesar Rp74,5 miliar untuk lima proyek. Pengajuan tersebut pun disetujui.

"Adapun yang menjadi jaminan pengajuan kredit proyek tersebut adalah Surat Perintah Kerja (SPK), Cash Collateral (uang jaminan/deposit) dan jaminan asuransi yang dinilai dari prosentase cash collateral," ujar Dedi menambahkan.

Dalam proses pemberian kredit tersebut telah terjadi perbuatan melawan hukum, yakni persayaratan yang tidak terpenuhi dan adanya komimen fee sebesar 1 persen dari nilai pencairan kredit.  Sedangkan kelima proyek tersebut per tanggal 31 Mei 2020 telah dinyatakan pada posisi Kolektibilitas 5 macet, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp71,2 miliar. Adapun jumlah asset recovery dalam perkara tersebut sebesar Rp2,6 miliar.

Sedangkan tersangka Welly Bordus Bambang pada tahun 2018 hingga 2019 telah mengajukan 7 fasilitas kredit ke Bank Jateng cabang Jakarta sebesar Rp57 miliar dengan jaminan pengajuan Surat Perintah Kerja (SPK), Cash Collateral (uang jaminan/deposit) dan jaminan asuransi yang dinilai dari prosentase cash collateral.

“Namun proses pemberian kredit tersebut persayaratan tidak terpenuhi dan adanya komimen fee sebesar 1 persen dari nilai pencairan kredit serta jaminan atau SPK Fiktif,” kata Dedi menjelaskan.

Terhadap seluruh proyek tersebut per tanggal 31 Mei 2020 telah dinyatakan pada posisi kolektibilitas 5 macet, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp62,2 miliar. Jumlah asset recovery dalam perkara tersebut sebesar Rp5,7 miliar.

Penyidik juga masih mendalami perkara TPPU atas perkara aquo. Kedua tersangka pun dijerat Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI