AJI Jakarta Kecam Tindakan Peretasan Situs Berita Konde.co

Laporan: Sinpo
Selasa, 25 Oktober 2022 | 10:02 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)

SinPo.id -  Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam tindakan peretasan terhadap situs berita Konde.co. Tercatat situs berita ini memperoleh serangan siber pada Senin, 24 Oktober 2022 setelah menuliskan berita tentang perkosaan yang terjadi di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), dengan terduga pelaku pemerkosaempat pegawai di kementerian tersebut.

“Kami dari AJI Jakarta mengecam serangan DDos terhadap situs Konde.co. Serangan ini adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers,” kata Ketua Umum AJI Jakarta, Afwan Purwanto, Senin, 24 Oktober 2021 kemarin.

Serangan digital ke situs Konde.co diduga terkait pemberitaan pemerkosaan terhadap seorang perempuan yang bekerja di Kementerian Koperasi dan UKM. Alih-alih menyelesaikan sesuai hukum yang berlaku, korban dipaksa menikah dengan salah satu pelaku.

“Pernikahan yang hanya berlangsung sesaat itu ternyata dilakukan untuk membebaskan para pelaku dari penjara,” kata Afwam menambahkan.

Berita  itu kemudian ramai di Twitter dan media sosial lainnya. Pada pukul 16.31 WIB, tiba-tiba situs Konde.co tidak bisa diakses sampai dengan pernyataan ini dibuat. Tim IT Konde.co kemudian menelusuri bahwa situs Konde.co sudah diserang oleh Ddos.

Ini merupakan serangan kedua kalinya yang terjadi pada Konde.co terkait publikasi kasus kekerasan seksual di media tersebut. Kasus pertama menimpa Konde.co pada Mei 2020. Twitter Konde saat itu diretas pasca diskusi daring tentang kasus kekerasan seksual. Karena peristiwa itu, Konde.co tidak lagi bisa mengakses akun Twitter-nya dan terpaksa harus membuat akun baru.

Menurut Afwan, situasi kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah di kondisi darurat sehingga perlu perhatian besar dari media.

Namun, media yang menulis tentang isu kekerasan seksual juga tak lepas dari tantangan dan persoalan. AJI Jakarta menyerukan agar media di Indonesia tidak surut memberitakan kekerasan seksual dan menolak segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan digital yang menyerang media.

Afwan mengacu kerja jurnalistik yang telah dilindungi oleh Undang-undang nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dalam pasal 18 Undang-undang Pers menjelaskan sanksi pidana bagi orang yang menghambat atau menghalangi jurnalis dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.

“Adapun ancaman pidananya yaitu penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta,” kata Afwan menjelaskan.

Sedangkan bagi pihak yang merasa dirugikan atau keberatan terhadap pemberitaan sebuah media, bisa mengajukan hak jawab atau hak koreksi langsung ke redaksi media. Pengaduan juga bisa dilakukan ke Dewan Pers.

“Publik punya hak mengkritik media. Jadi, siapa pun itu, gunakan saja hak itu secara substantif dan sesuai prosedur yang diatur Dewan Pers,” katanya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI