Saham di Asia Turun di Tengah Tanda-Tanda Pengetatan Kebijakan Bank Sentral
SinPo.id - Saham-saham di Asia mulai turun di tengah tanda-tanda pengetatan kebijakan bank sentral yang agresif, menjelang pembacaan inflasi yang diperkirakan akan melihat harga inti bergerak lebih tinggi lagi. Ketegangan geopolitik juga menambah ketidakpastian, karena pasar menunggu untuk melihat bagaimana Kremlin akan menanggapi ledakan yang menghantam satu-satunya jembatan Rusia ke Krimea.
Tercatat Wall Street merosot pada hari Jumat, 7 Oktober 2022 menutup kesepakatan pada kenaikan suku bunga besar lainnya dari Federal Reserve. Sedangkan Bank NIFTY futures juga memiliki peluang lebih dari 80 persen terhadap kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin pada bulan depan.
Sementara Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan akan menyamai itu dan Bank of England menaikkan setidaknya 100 basis poin.
Kepala Penelitian Ekonomi di JPMorgan, Bruce Kasman, dilansir dari Reuters, memperkirakan adanya kenaikan 75 basis poin dari ketiga bank sentral.
"Kami berada di tengah pengetatan kebijakan moneter global terbesar dan tersinkronisasi dalam lebih dari tiga dekade," kata Kasman, Senin 10 Oktober 2022.
Ia juga menyatakan bahwa laporan CPI September harus menunjukkan moderasi harga barang yang merupakan pertanda perlambatan inflasi inti yang lebih luas.
"Tetapi The Fed tidak akan responsif terhadap bisikan moderasi inflasi selama pasar tenaga kerja meneriakkan pengetatan," ujar Kasman menambahkan.
Selain itu, analis di Goldman Sachs dalam sebuah pernyataan mengatakan Konsensus memperkirakan pertumbuhan EPS 3 persen (yoy), pertumbuhan penjualan 13 persen, dan kontraksi margin 75 bp menjadi 11,8 persen, tidak termasuk energi.
"Kami mengharapkan kejutan positif yang lebih kecil di kuartal ketiga dibandingkan dengan semester pertama 2022 dan revisi negatif pada perkiraan konsensus kuartal keempat dan 2023," terang Goldman Sachs.
Seperti diketahui, Indeks dolar menguat di 112,75 setelah naik selama tiga sesi terakhir. Euro tampak rentan di $0,9734, setelah turun dari nilai tertingginya di $0,99999 minggu lalu. Namun Sterling bernasib sedikit lebih baik di $ 1,1089.
Selain itu, kenaikan dolar juga telah menjadi beban bagi emas, yang melayang di $1.694 per ounce, dan harga minyak naik lebih tinggi setelah Brent naik 11 persen pekan lalu.
Kenaikan harga minyak terjadi setelah adanya kesepakatan pengurangan pasokan oleh OPEC+, membuat Brent menguat 12 sen menjadi $98,04 per barel, sementara minyak mentah AS naik 21 sen menjadi $91,85 per barel.