Kosekuensi Revisi Peratuan Menteri, PT Grab Indonesia: Pelanggan Akan Bayar Lebih Mahal
sinpo, Jakarta - Suka tidak suka jasa transportasi online harus mematuhi Peraturan Menter No. 32 Tahun 2016. Bahkan, pemerintah berencana memberlakukan peraturan tersebut 1 April 2017 mendatang.
Padahal, tidak semua perusahaan jasa transportasi online yang setuju dengan peraturan itu. Salah satunya, PT Grab Indonesia. Ada tiga poin dari 11 poin yang direvisi, Gran masih memberatkan.
Grab menilai poin-poin tersebut cenderung proteksionis dan kontra terhadap kebutuhan para pelanggannya. "Terdapat tiga poin perubahan yang kami yakini akan membawa seluruh industri transportasi kembali ke praktik lama. Pertama, intervensi yang dilakukan pemerintah dalam hal penetapan harga," kata Managing Director Grab Indonesia Ridzky Kramadibrata di kantor Grab Indonesia, gedung Lippo Kuningan, Jl HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (17/3).
Ridzky menegaskan, penetapan harga tersebut merugikan pelanggan karena harus membayar biaya transportasi yang lebih mahal dibandingkan yang selama ini diberlakukan Grab.
Menurutnya, tarif yang diberlakukan Grab adalah jawaban dari kebutuhan pelanggan dan strategi marketing Grab dalam menggaet konsumen."Kami yakin bahwa penetapan harga yang fleksibel menjawab kebutuhan pasar dan merupakan pendekatan yang paling efisien," ujarnya.
Kritik kedua mengenai poin kewenangan pemerintah menentukan jumlah armada. Poin ini dinilai cenderung bersifat monopoli, memangkas hak masyarakat dalam menikmati layanan angkutan online, dan berimbas terbatasnya jumlah pengemudi atau mitra Grab.
"Kuota kendaraan mengarah pada monopoli dan membatasi jumlah konsumen yang dapat menikmati layanan seperti Grab. Lebih jauh lagi, pembatasan ini akan mempengaruhi kesejahteraan ratusan ribu mitra pengemudi dan keluarganya di platform kami," jelas Ridzky.
Selanjutnya Grab berpendapat aturan yang mewajibkan pengemudi mengubah STNK dari atas nama pribadi menjadi atas nama badan hukum bertentangan dengan prinsip ekonomi kerakyatan dan prinsip koperasi.
"Poin revisi yang ditawarkan mewajibkan mitra pengemudi kami untuk memindahkan hak milik STNK atas nama badan hukum. Hal ini merampas kesempatan mereka untuk memiliki mobil sendiri dan memberikan hak atas aset pribadi mereka ke pihak koperasi. Sangat tidak adil bagi mereka," ungkap Ridzky.

