Kekerasan Terhadap Pers di Afghanistan Era Rezim Taliban Meningkat

Laporan: Sinpo
Minggu, 14 Agustus 2022 | 18:41 WIB
Ilustrasi. Foto: AP Foto
Ilustrasi. Foto: AP Foto

SinPo.id - Kekerasan terhadap pers di Afghanistan selama rezim Taliban berkuasa sejak pertengahan Agustus 2021 semakin meningkat. Tidak sedikit jurnalis yang mendapat ancaman dan tindak kekerasan.  

Dilansir ANI News pada Kamis, 11 Agustus 2022, media lokal Afghanistan telah mengunggah sebuah video ke media sosial yang berisi perlakuan keras rezim Taliban terhadap seorang jurnalis yang dicambuk dan ditodong senapan.

Pusat Jurnalis Afghanistan (AFJC) mengutuk kekerasan yang dilakukan pemerintah terhadap media setelah jurnalis Selagi Ehsaas yang pulang kerja dihentikan dan dicambuk dengan pistol oleh orang-orang bersenjata tak dikenal di Desa Moi Mubarak, Distrik Surkh Rod, Provinsi Nangarhar pada 20 Juli lalu.

AFJC juga menyatakan keprihatinan atas insiden penyerangan pada seorang presenter perempuan Radio Dost di provinsi Nangarhar di Afghanistan timur. Diduga penyiar yang juga seorang bidan tersebut dipukuli oleh Taliban. Namun, Departemen Informasi dan Kebudayaan Taliban di provinsi Nangarhar telah membantah tuduhan tersebut.

Pada Mei, jurnalis Roman Karimi dan sopirnya ditahan dan disiksa oleh Taliban setelah melaporkan aksi demonstrasi perempuan. Kemudian pada 6 Juni, manajer Dost Radio, Sahar Sirat Safi juga ditahan oleh intelijen Taliban di Kabul dan baru dibebaskan setelah 28 hari kemudian.

Menurut Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA), telah terjadi perubahan signifikan dalam lanskap media di negara tersebut, termasuk penutupan lebih dari setengah media swasta, evakuasi ratusan jurnalis, dan meningkatnya ancaman hingga kekerasan terhadap jurnalis.

Lebih dari 45 persen jurnalis telah mundur sejak Taliban mengambil alih kekuasaan. Kondisi ini mengundang kecaman global dari PBB dan Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang menuntut Taliban berhenti melecehkan wartawan lokal dan mencekik kebebasan berbicara lewat penahanan dan ancaman.

Padahal dalam konferensi pers pertamanya, Taliban telah menjanjikan hak-hak perempuan, kebebasan media, dan amnesti bagi pejabat pemerintah. Namun hingga kini para aktivis, mantan pegawai pemerintah, dan jurnalis terus mengalami tindak kekerasan. 
 

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI