KPK Perpanjang Penahanan Walikota Ambon 30 Hari ke Depan

Laporan: Khaerul Anam
Selasa, 12 Juli 2022 | 16:10 WIB
Walikota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy (RL) saat diperiksa KPK. Foto: Istimewa
Walikota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy (RL) saat diperiksa KPK. Foto: Istimewa

SinPo.id - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Walikota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy (RL) selama 30 hari ke depan.

Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan perpanjangan masa penahanan dilakukan untuk memaksimalkan proses pengumpulan alat bukti.

"Agar proses pemberkasan semakin lengkap dengan memaksimalkan pengumpulan alat bukti, Tim Penyidik tetap melakukan penahanan untuk tersangka RL dkk selama 30 hari kedepan," kata Ali dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/7/2022).

Selain itu, KPK juga memperpanjang masa penahanan satu tersangka lainnya, yaitu Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH).

Ali menjelaskan, penambahan masa penahanan dilakukan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, terhitung mulai 12 Juli sampai dengan 10 Agustus 2022.

"Tersangka RL ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih; Tersangka AEH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1," ujar Ali Fikri.

KPK telah menetapkan Walikota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020. Ia juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.

Lembaga antirasuah kembali menetapkan Richard Louhenapessy sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tim Penyidik KPK menduga pencucian uang dilakukan selama Richard masih aktif menjabat sebagai Walikota Ambon.

Saat ini pengumpulan alat bukti untuk mengungkap perkara pencucian uang yang dilakukan Richard masih terus dilakukan dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi. 

Dalam perkara suap tersebut, KPK juga menetapkan dua pihak lain, yaitu Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR). Saat ini Amri masih belum ditahan dan dinyatakan buron.

Dalam konstruksi perkara, Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Selain itu, Amri juga memberi Richard uang sebesar Rp500 juta untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.

KPK juga mengendus Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Namun, hal itu masih didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI