Muhammadiyah: Hewan Gejala Ringan PMK Tetap Sah Jadi Kurban

Laporan: Khaerul Anam
Kamis, 07 Juli 2022 | 19:18 WIB
Ilustrasi hewan ternak/net
Ilustrasi hewan ternak/net

SinPo.id -  Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa tentang hukum berkurban di tengah penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang banyak hewan ternak.

Fatwa tersebut dikeluarkan setelah tim fatwa agama majelis tarjih dan tajdid Muhammadiyah melakukan beberapa kali sidang pembahasan dan kajian. 

Dalam hal ini tim fatwa mengundang ahli kesehatan hewan seperti dokter hewan dan praktisi di bidang peternakan serta penjualan hewan kurban.

Muhammadiyah menyepakati beberapa ketentuan mengenai PMK pada hewan kurban. Terdapat beberapa hukum penyakit tersebut, yaitu sah dan tidak sah hewan ternak terkena PMK sebagai hewan kurban. Hal ini berdasarkan dalil bayani dari nash dan dalil burhani dari keterangan para ahli mengenai PMK.

Seperti dikutip laman Muhammadiyah pada Kamis (7/7), fatwa tersebut menerangkan bahwa hewan kurban yang terkena PMK dan masih dalam gejala ringan atau belum menunjukkan gejala-gejala sakit berat tetap sah dijadikan hewan kurban.

Sedangkan heman kurban yang tidak sah untuk dijadikan kurban yaitu hewan dengan kondisi sakit berat.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan kategori hewan sakit yang tidak boleh dijadikan sebagai hewan kurban yaitu sakit yang jelas sakitnya atau sakit yang sudah hampir tidak mungkin sembuh dan hampir pasti menyebabkan kematian.

Sakit berat bagi hewan ini ditandai di antaranya dengan menyebabkan kuku melepuh dan terkelupas dan kaki menjadi pincang akut, tidak mau makan hingga berat badan berkurang, berbaring terus tidak bisa bangun.

Dengan demikian hewan yang sakitnya ringan pada hakikatnya tidak masuk dalam kategori ini. Sehingga hewan kurban yang terkena PMK dan belum menunjukkan gejala-gejala berat seperti di atas tetap sah dijadikan hewan kurban.

"Untuk mengetahui kondisi kesehatan hewan terkait PMK hendaknya dikonsultasikan kepada dokter hewan di tempat masing-masing (Puskeswan atau lainnya)," terang fatwa tersebut.

Untuk itu bagi yang ingin berkurban maupun panitia pelaksana kurban harus lebih cermat dalam memilih dan membeli hewan kurban agar tidak salah membeli hewan yang sedang sakit.

Selain itu hewan kurban yang berasal dari daerah yang penularan PMK-nya cukup tinggi tidak boleh dibeli, karena berpotensi besar tertular atau menularkan virus PMK.

Namun, apabila di suatu daerah ada kesulitan atau bahkan tidak dapat ditemukan hewan yang sehat, atau setelah dibeli dan menjelang waktu penyembelihan hewan kurban jatuh sakit, maka dibolehkan menjadikannya hewan kurban.

"Apabila hewan kurban mati karena PMK sebelum dilakukan penyembelihan, maka sahibulkurban tidak diharuskan mengganti hewan kurbannya, karena sudah mendapat nilai pahala niat berkurban," ungkap fatwa tersebut.

Meskipun ada “kerugian” secara materiil, yaitu tidak diperoleh daging kurban yang akan dibagi-bagikan sebagaimana mestinya.

Kemudian fatwa tersebut juga tetap memperbolehkan daging hewan kurban yang terkena PMK untuk dapat dikonsumsi oleh manusia.

Namun, sebagai bentuk kehati-hatian, pada bagian-bagian yang terkena gejala PMK seperti mulut, lidah, kaki dan jeroan dapat disterilkan dengan cara direbus terlebih dahulu dalam air mendidih selama lebih dari 30 menit atau tidak dikonsumsi (dibuang) bila merasa jijik atau khawatir.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI