Otak Atik Peta Koalisi, Dalih Nostalgia Hingga Hindari Kisah Cebong VS Kadrun
Sejumlah partai politik (Parpol) mulai membentuk koalisi untuk persiapan pemilihan presiden 2024 mendatang. Tercatat sudah ada dua koalisi partai masing - masing menamakan kelompoknya Semut Merah terdiri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Selain itu koalisi Indonesia Bersatu terdiri Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Persatuan Pembangunan (PPP) juga telah resmi menjalin hubungan.
Di luar itu masih ada kekuatan besar seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai NasDem dan Partai Demokrat.
SinPo.id - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membuka pintu membangun koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Koalisi ini disebut sebagai nostalgia poros tengah seperti yang pernah dilakukan pada tahun 1999 ketika PKB mengandeng partai lain untuk mencalonkan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi Presiden RI pada 1999.
Kala itu PKB dan PKS yang masih bernama Partai Keadilan bergabung dalam koalisi Poros Tengah bersama sejumlah parpol berbasis Islam seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Meski belakangan sejumlah partai yang disebut PAN dan PPP masuk koalisi lain bersama Golkar
"Kalau terjadi koalisi PKB dan PKS, ini sesuatu yang baru maka akan menjadi magnet bagi partai lain untuk ikut. Minimal partai-partai di luar partai-partai gajah. Ini bisa menjadi koalisi semut merah, kecil tapi berasa," kata Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid, kepada SinPo.id Jazilul Rabu (8/6/2022) lalu.
Jazilul mengatakan koalisi antara partainya dengan PKS akan menjadi magnet bagi partai politik lain. Hal itulah menjadi nama koalisi yang dibentuk bernama semut merah.
Ia menyebut koalisi antara PKB dan PKS, lanjutnya, terjalin kembali di Pemilu 2004 saat mengusung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) sebagai pasangan capres-cawapres. "Artinya koalisi PKB dengan PKS ini bukan hal baru, bahkan pernah mendudukkan orang sebagai presiden,” kata Jazilul menambahkan.
Secara tegas Jazilul mengatakan bahwa koalisi digagas dengan tujuan untuk meraih kemenangan, sedangka koalisi dengan PKS menjanjikan harapan menang ke arah yang lebih baik.
Sedangkan PKB dengan PKS punya banyak kesamaan, keduanya merupakan Parpol yang lahir di era reformasi dan sama-sama memiliki basis suara yang kuat di basis suara kelompok Islam. "Apalagi hari ini saya dengar sendiri di acara Milad, PKS mengusung politik yang rahmatan lil alamin. Itu menurut saya modal. Kalau dalam bahasa agama itu kalimatun sawa, kalimat yang mempertemukan," kata Jaziul menjelaskan.
Namun tak selamanya nostalgia masa lalu terjalin kembali dalam koalisi partai parlemen menuju Pilpres 2024. Partai persatuan pembangunan atau PPP mealui wakil ketuanya Asrul Sani justru menuding koalisi menggunakan nama Semut Merah cenderung berjalan sendiri-sendiri. Arsul Sani sempat ingin mengungkapkan hal itu secara langsung ke politisi PKB Jazilul Fawaid sebelum nama koalisi PKB-PKS dipublikasikan.
"Kalau semut merah itu tidak bersatu, yang bersatu beriringan itu semut item, gitu lho, kalau semut merah itu suka jalan sendiri lho,” ujar Arsul.
Meski begitu, Arsul tetap menyambut positif wacana koalisi 'semut merah' PKS-PKB dalam konteks meningkatkan kualitas peran parpol dalam pilpres 2024. Ia menilai semakin banyak koalisi semakin membuka kemungkinan Pilpres tidak hanya diikuti oleh dua Paslon seperti 2014 dan 2019. Namun partainya sendiri tercatat telah berrgabung dengan koalisi Indonesia Bersatu bersama Golkar-PAN-PPP
Kehadiran Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) antara Golkar-PAN-PPP disebut menghindari polarisasi politik seperti terjadi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk F. Paulus mengatakan terbentuknya KIB justru membuka peluang hadirnya tiga koalisi pada Pilres 2024.
"(KIB bisa) mencegah terjadinya polarisasi seperti 2019 artinya di sini kita memberikan ruang untuk terbentuknya tiga koalisi," kata Lodewijk.
Ia menegaska koalisi ini berkaca dari Pemilu lalu yang berdampak hingga saat ini. Ihwalnya, polarisasi kedua kubu di Pilpres 2019 menghasilkan cebong vs kadrun yang masih sering digunakan untuk menyerang lawan politik. Lodewijk juga tak sepakat jika koalisi ini disebut dapat mengganggu kerja-kerja pemerintahan, sebab ketua umum partai juga memegang peranan sebagai menteri. KIB justru hadir untuk mendukung kebijakan dan kerja-kerja pemerintah.
"Koalisi ini bersepakat bahwa kita mendukung kebijakan dari pemerintahan Jokowi sampai selesai 2024," kata Lodewijk menjelaskan.
Pernyataan Lodewijk sebagai tanggapan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto yang menyebut kehadiran Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) antara Golkar-PAN-PPP terlalu cepat. Sebelum Hasto menilai munculnya koalisi dibentuk oleh sejumlah partai dikhawatirkan mengganggu fokus menteri dan mengganggu jalannya pemerintahan.
"Jangan membawa kontestasi terlalu awal, yang kemudian membuang energi kita bagi perbaikan dan kemajuan bangsa dan negara pasca-pandemi," kata Hasto.
Masih Lemah Secara Politik
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menilai kedua kelompok koalisi belum sempurna secara politik, keduanya belum punya Capres dan Cawapres yang diusung. “Artinya mereka mengunci koalisi hanya pada ketika persoalan sama-sama membangun kekuatan di Pileg dan membangun kesepakatan untuk di Pilkada,” kata Ujang.
Selain itu ujang menilai belum ada figur Capres dan Cawapres di internal koalisi, sehingga membuka ruang bagi Capres di internal maupun eksternal untuk bisa dicalonkan.
Menurut Ujang kedua koalisi itu masih belum utuh karena belum mempublikasikan atau mengusung siapa yang didukung sebagai Capres dan Cawapres. Bahkan Ujang menyebut koalisi yang tidak solid itu rawan pecah jika ada yang menawarkan uang. Termasuk bisa goyah jika ditekan secara hukum dan faktor lain.
“Dalam dunia politik itu tidak ada yang tidak mungkin, semua serba mungkin. Ya bisa pecah bisa juga tidak tergantung dari komitmen partai itu dalam menjalin komitmen bersama hingga akhir 2024 nanti,” kata Ujang menjelaskan.
Ia melihat koalisi yang dibangun kepentingan pragmatis yang setiap saat bisa bubar, meski Uajng menyebut hanya waktu yang bisa membuktikan. Ujang menyebut koalisi Semut Merah sama sekali belum menjadi sebuah koalisi yang sempurna. Karena belum genap memenuhi persyaratan 20 persen. Sedangkan Kelemahannya di Koalisi Indonesia Bersatu tidak ada Capres Cawapres yang diusung dan didukung.
Sedangkan semua koalisi dibangun untuk menang dan memenangkan jagonya. “Kalau tak ada yang diusung sampai saat ini bagaimana rakyat bisa menilai, bagaimana rakyat bisa melihat trackrecord, prestasi terkait Capres Cawapres,” katanya.

