Komisi V DPR RI: Perlu Adanya Pengelola Sumber Daya Air
Jakarta, sinpo.id - Sampai dengan saat ini, pengelolaan air di Indonesia dilakukan oleh tiga Kementerian untuk kepentingan masing-masing, namun tak ada yang mengatur secara terkoordinir. Oleh sebab itu, perlu adanya badan yang mengelola air sebagai single manajemen organisator, agar tidak tumpang tindih.
Air di permukaan diatur oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), air di bawah tanah diatur oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pengelolaan air oleh Pemerintah Kabupaten/Kota diatur oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi V DPR RI dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat terkait RUU Sumber Daya Air (SDA), Rabu, (27/9). Profesor Emil Salim pun hadir sebagai narasumber sekaligus menjadi pemateri.
Firmandez selaku Anggota Komisi V DPR RI yang ikut dalam RDPU tersebut menjelaskan, seharusnya pengelolaan air di Indonesia sesuai yang diamanahkan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Pasal tersebut menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Pengelolaan air harus dilakukan dengan baik, karena ini bisa menjadi isu politik dalam menjaga kestabilan wilayah, banyak daerah yang mengalami krisis air, padahal pengelolaan air sebaiknya dikelola oleh negara sesuai dengan konstitusi UUD 1945,” papar Firmandez.
RUU ini digembleng setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Nomor 7 tahun 2004 tentang SDA, karena tidak memenuhi enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan SDA. Pembatalan tersebut dilakukan melalui putusan MK Nomor 85/PUU-XII/2013.
Anggota DPR RI asal Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh 2 tersebut menilai, banyak wilayah perkotaan mengalami krisis air, bahkan hampir 80 persen air perkotaan yang digunakan oleh masyarakat sudah tercemar, terutama di wilayah padat penduduk.
“Bahkan karena pengurasan dan pencemaran air yang terjadi, baik dari penggunaan air rumah tangga atau air kotoran masuk ke dalam tanah yang airnya disedot tanpa bertanggungjawab. Ini terjadi karena alternatif air yang disediakan oleh pengelola air (dalam hal ini PDAM), dari tahun ke tahun tidak ada penambahan,” tutup Wakil Sekretaris Jenderal DPP Golkar Bidang Maritim ini.

