Kasus Suap Richard Louhenapessy, KPK Geledah Paksa Dua Kantor Dinas Pemkot Ambon
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan paksa dua kantor dinas di Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon terkait dugaan korupsi yang menjerat Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL).
Richard Louhenapessy merupakan tersangka kasus korupsi pemberian hadiah atau janji persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon, Maluku.
"Tim penyidik KPK pada Rabu, 18 Mei 2022, telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan di dua SKPD Pemkot Ambon yaitu kantor Dinas Pekerjaan Umum dan kantor Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)," kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis (19/5).
Ali menjelaskan, dari hasil pengeledahan itu KPK membawa sejumlah dokumen dari dua lokasi tersebut. Salah satunya yaitu dokumen terkait perizinan proyek di Pemkot Ambon.
"Diamankan berbagai dokumen antara lain terkait berbagai usulan dan persetujuan izin proyek disertai catatan dugaan penentuan nilai fee proyek," ujar Ali.
Ali menambahkan, pihaknya akan menganalisa bukti-bukti yang diperoleh tersebut dan akan mengkonfirmasi kepada para tersangka yang terlibat dalam perkara tersebut.
Diketahui dalam perkara tersebut, KPK telah menetapkan Walikota Ambon Richard Louhenapessy dan dua tersangka lainnya, yaitu Staf Tata Usaha Pimpinan di Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH), dan Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi (AM) Kota Ambon.
Namun tersangka Amri (AR) selaku pegawai minimarket Alfamidi (AM) saat ini masih buron, KPK pun mengultimatum dan meminta agar tersangka kooperatif memenuhi panggilan tim penyidik.
Atas perbuatannya, tersangka Amri selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan tersangka Richard dan Andrew sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.