Sidang MK, Ahli Sebut Pembentukan UU IKN Tak Terburu-Buru

Laporan: Azhar Ferdian
Kamis, 19 Mei 2022 | 06:06 WIB
Ibu Kota Negara/Net
Ibu Kota Negara/Net

SinPo.id - Ahli yang dihadirkan pemerintah dalam sidang uji formil UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) Wicipto Setiadin mengatakan pengesahan RUU tersebut menjadi undang-undang tidak dilakukan dengan terburu-buru.

Pasalnya, menurut Wicipto, tak ada ukuran pasti untuk menuding bahwa pembentukan suatu undang-undang dikatakan terlalu cepat. Diketahui, UU IKN memakan waktu 42 hari sejak RUU-nya di bahas Badan Legislasi (Baleg) DPR hingga disahkan dalam rapat paripurna.

"Terkait masalah waktu (pembahasan) yang cepat, sampai saat ini belum ada pedoman pasti mengenai apa yang disebut fast track regulation," ungkap Wicipto dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (18/5).

Fast track regulation yang dimaksud Wicipto adalah proses pembentukan UU melalui tahapan pembahasan yang dapat ditempuh secara kilat sesuai aturan yang berlaku. Di Indonesia, kata dia, waktu pembahasan RUU bergantung dari tingkat urgensi masing-masing peraturan perundang-undangan.

"[Pembahasan] ini tentu sangat tergantung dari urgensi RUU tersebut dan juga kesepakatan dengan DPR. Bisa melalui pansus (panitia khusus) dan panja (panitia kerja) atau pemerintah. Jadi sampai saat ini belum ada patokan berapa lama sebaiknya UU itu dibahas di DPR," paparnya.

Wicipto pun bersikukuh bahwa proses pembentukan UU IKN sudah sesuai peraturan. Ia mengatakan mulai dari perencanaan pembentukan undang-undang yang diawali dengan naskah akademik, berlanjut ke penyelarasan RUU, hingga akhirnya dapat masuk ke program legislasi nasional (prolegnas) DPR tahun 2021.

"Oleh karena itu dari sisi perencanaan tidak ada yang diterobos," ujar Wicipto.

Ia pun mengklaim tahapan penyusunan sudah dilakukan dengan baik sebab mengutamakan komunikasi lintas kementerian. Kemudian penyusunan RUU sudah melewati pembicaraan tingkat I dan II di tingkat parlemen.

Sementara, Wicipto hanya menyinggung sekilas terkait keterlibatan masyarakat sipil dalam pembentukan UU ini. Menurutnya, keterlibatan masyarakat dalam UU IKN sudah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.

Meskipun diketahui, berbagai LSM telah melayangkan protes terkait pembahasan RUU ini yang tidak melibatkan masyarakat sipil.

"Ahli berpendapat pembentuk UU IKN sudah melalui partisipasi publik yang cukup dan melibatkan berbagai stakeholders," ujarnya.

Sebagai informasi, pemohon uji formil itu merupakan eks penasihat KPK Abdullah Hehamahua, aktivis Marwan Batubara, Muhyidin Junaidi, dll.

Alasan yang disampaikan dalam perkara Nomor 25/PUU-XX/2022 itu para pemohon melihat UU IKN bertentangan dengan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan.

Lewat sidang perdana, kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso pembentukan UU IKN tak mengedepankan asas keterbukaan. Hal tersebut dapat dilihat pada situs resmi DPR. Dari 28 tahapan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN di DPR, hanya tujuh agenda yang dokumen dan informasinya dapat diakses.

"Sementara itu, 21 lainnya dokumen dan informasi tidak dapat diakses publik," katanya.

Pihaknya juga menyinggung keterlibatan partisipasi publik dalam pembentukan sebuah undang-undang. Hal itu sebagaimana yang pernah disampaikan MK saat membacakan Putusan Nomor 91 Tahun 2020 perkara pengujian formil UU Cipta Kerja. MK telah merumuskan makna partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang.

"Partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna," kata dia.

Partisipasi masyarakat tersebut setidaknya, kata Viktor, harus memenuhi tiga syarat, yaitu hak untuk didengarkan, hak dipertimbangkan pendapatnya, dan terakhir hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
 sinpo

Komentar: