Dalami Korupsi Dana PEN Daerah, KPK Periksa PNS Dan Dua Honorer Pemkab Kolaka Timur
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur Ririn Wijaya dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengurusan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) daerah tahun 2021.
Lembaga antirasuah juga memeriksa dua karyawan honorer, masing-masing di bagian umum Pemkab Kolaka Timur, Hermawansyah dan Ahmad Minandar alias Miming di Pemkab Kolaka Timur Sulawesi Tenggara.
"Pemeriksaan dilakukan di Polda Sulawesi Tenggara," kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis (12/5).
Dalam perkara tersebut, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yaitu mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto (MAN), Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur (AMN), dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara Laode M. Syukur Akbar (LMSA).
Kasus ini bermula saat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur meminta bantuan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar dipertemukan dengan Ardian sekitar Maret 2021. Andi dan Ardian kemudian bertemu sekitar Mei 2021.
Dalam pertemuan tersebut, Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN untuk Kolaka Timur sebesar Rp350 miliar. Ardian kemudian diduga meminta jatah 3 persen dari nilai pengajuan pinjaman ke Andi. Beberapa waktu setelahnya, Andi mengirimkan Rp2 miliar dengan pecahan dua mata uang asing melalui bantuan Laode untuk Ardian.
Setelah uang muka itu diterima, Ardian langsung mengerjakan permintaan pinjaman PEN Kolaka Timur dengan membuat draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan. Laode juga diminta membantu proses permintaan dana ini oleh Ardian.
Andi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Ardian dan Laode disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

