Dukung Larangan Ekspor CPO, Rektor ITB Ahmad Dahlan: Presiden Jokowi Harus Konsisten
SinPo.id - Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahkan (ITB-AD) Mukhaer Pakkanna mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang pelarangan ekspor crude palm oil (CPO) dan beberapa produk turunannya yang mulai berlaku hari ini Kamis (28/4).
Mukhaer mengatakan kebijakan itu tentu akan menuai kontroversi. Terutama dari kalangan usaha dan eksportir CPO di satu sisi, dan di sisi yang lain dari kalangan konsumen terutama masyarakat kecil.
Apalagi, Presiden berobsesi kebijakan ini akan berlangsung hingga harga minyak goreng curah tertekan ke level Rp 14 ribu per liter.
"Kalau itu alasan Presiden, saya 1.000 persen setuju. Asalkan harus istiqamah," ujar Mukhaer dalam keterangannya kepada wartawan.
Menurut Mukhaer, selama ini banyak kebijakan Presiden tidak sampai seumur jagung, dicabut dan gagal di tengah jalan akibat lobi-lobi dan transaksi ekonomi politik oleh lingkaran satu Presiden sendiri.
"Karena oligarki politik dan ekonomi terus tumbuh subur, apalagi kebutuhan modal untuk kontestasi politik sangat tinggi, tentu pengusaha CPO kakap dan pemilik perkebunan sawit maha luas yang telah merampas lahan-lahan rakyat yang diback-up oleh penguasa politik, pasti tidak akan pernah tinggal diam, terus akan melobi dengan cara apapun ke kuping Presiden Jokowi. Di sinilah kita akan lihat konsistensi Presiden sebagai kepala negara," jelasnya.
Mukhaer menjelaskan kebijakan Presiden itu ibarat shock terapy. Mungkin beliau tidak tahu lagi solusi apa yang mesti dikeluarkan. Menurutnya, banyak kebijakan terutama dari Kementerian Perdagangan RI, keok di tengah jalan.
Bahkan, oknum-oknum yang memainkan izin ekspor CPO dan DMO palsu mulai terkuak di depan aparat kejaksaan.
"Karena masalahnya kusut di tingkat kementerian, sayang sekali Presiden tidak mengamputasi pejabat-pejabat Kementerian terkait. Skema kelembagaannya pun mati kutu ditorpedo oleh pelaku-pelaku usaha di lapangan. Di tengah kekusutan itu, kebijakan shock terapy diluncurkan. Karena sulit menangkap tikus-tikus maka sebagian lumbung padi di bakar oleh Presiden," jelasnya.
Sekretaris Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah ini menerangkan kebijakan pelarangan total ekspor ini tentunya berdampak pada peneriman devisa ekspor, pajak ekspor dan penerimaan lain-lain yang berkaitan dengan CPO akan terjerembab cukup dalam.
Apalagi selama ini, penerimaan devisa dari CPO terbilang paling tinggi menombok penerimaan negara.
Di tingkat internasional pun, kata Mukhaer, sangat pasti harga CPO dan minyak nabati yang lain akan terus meroket. Sekadar catatan, Indonesia penguasa pasar ekspor CPO, 56% di tingkat global.
"Jadi pilihannya memang dilematis. Mau pilih pro pengusaha kakap ato pro konsumen yang sudah sekian lama menjerit-jerit terhdap tingginya harga minyak goreng," tegasnya.
Lebih lanjut, Mukhaer mengungkapkan bahwa memang industri sawit selalu dimanja, bahkan diberikan privilese oleh negara. Mulai dari pola perkebunannya yang rakus air, merambah hutan tropis yang banyak meminggirkan penduduk lokal, terampasnya kesuburan lahan, tanaman monokultur, dan lain-lain.
"Sejak kelahirannya, industri sawit ini sudah bermasalah hingga di tingkat hilir pun selalu merepotkan. Sementara usaha minyak kelapa rakyat dan kopra rakyat sdh tidak pernah lagi ditengok oleh kebijakan pemerintah," tandasnya.