Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng, PKS Bilang Begini

Laporan: Ari Harahap
Minggu, 24 April 2022 | 13:51 WIB
Ilistrasi/net
Ilistrasi/net

SinPo.id -  Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto meminta keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor minyak goreng dan bahan baku Crude Palm Oil (CPO) mulai 28 April 2022 jangan angin-anginan.

Mulyanto mengatakan keputusan itu jangan dibuat sekedar untuk meredakan kegaduhan masyarakat akibat tertangkapnya Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan beserta sejumlah pimpinan perusahaan migor raksasa.

“Semoga kebijakan itu tidak bernasib sama seperti larangan ekspor batu bara yang hanya berumur sepekan. Dan ironisnya kebijakan larangan ekspor batu bara yang ditetapkan presiden dibatalkan oleh menko maritim dan investasi,” ujar Mulyanto dalam keterangannya, Minggu (24/4).

Mulyanto mengingatkan agar pemerintah segera merumuskan dan menetapkan kebijakan lanjutan terkait tata niaga minyak goreng (migor) ini.

Menurutnya, ketetapan perlu diambil selanjutnya adalah kebijakan untuk memprioritaskan migor dan bahan baku migor bagi kebutuhan pasar dalam negeri. Tidak seperti kebijakan sekarang, dimana CPO dan migor hampir di atas 70 persen didedikasikan untuk pasar ekspor mengejar devisa.

“Kebijakan yang memprioritaskan ekspor tersebut memunculkan kondisi yang mengherankan. Di satu sisi Indonesia sebagai negara produsen terbesar migor dunia, namun di sisi lain rakyatnya justru antri migor, karena langka. Ini kan kondisi yang memalukan,” katanya.

Jadi ke depan, menurut Mulyanto Pemerintah harus tegas menetapkan CPO dan migor sebagai komoditas prioritas dalam negeri dan konsisten melaksanakannya.

"Pemerintah tidak boleh kalah dan lemah didikte korporasi," tegasnya.

Selain itu, Anggota Komisi VII DPR ini menjelaskan pemerintah perlu menetapkan kebijakan pembatasan ekspor CPO dan turunannya.

Misalnya, ekspor komoditas berbasis minyak sawit yang diperbolehkan hanyalah produk hasil hilirisasi yang bernilai tambah tinggi.

“Sudah saatnya Pemerintah mengambil kebijakan pelarangan ekspor minyak sawit mentah ini ke luar negeri. Dengan kemajuan inovasi dan teknologi industri domestik, maka selayaknya kita hanya mengekspor komoditas hasil hilirisasi, yang bernilai tambah tinggi, agar kita dapat memaksimalkan proses pengolahan oleh industri domestik,” jelasnya.

Nikel saja, imbuh Mulyanto, yang penguasaan teknologi domestiknya masih sangat baru, sudah kita larang ekspor barang mentahnya. Tentunya pelarangan ekspor minyak sawit mentah ini jauh lebih rasional-obyektif.

“Bila dua hal ini kita lakukan, maka bukan hanya kita dapat menjaga stabilitas pasokan migor untuk pasar dalam negeri dengan harga terjangkau, namun kita juga dapat meningkatkan nilai tambah industri domestik dan meningkatkan penerimaan devisa negara,” tandasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI