Bagai Penyakit, KPK Hancur Karena Tubuhnya
Jakarta, sinpo.id - Masyarakat saat ini berbalik menyorot ke Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK). Setelah diungkapkannya kejanggalan-kejanggalan yang ada di sana. Memang, kepercayaan masyarakat atas KPK tetap tinggi, tapi tak setinggi sebelumnya. Artinya, adanya penurunan kepercayaan atas kredibelitas dari lembaga anti rasuah ini.
Mulai dari polemik safe house, yang diklaim sebagai tempat perlindungan bagi saksi KPK. Tapi ternyata menurut saksi kasus Akil Mochtar, Niko Panji Tirtayasa menyebut bahwa safe house KPK tak ubahnya tempat penyetingan saksi-saksi yang akan memberikan keterangannya pada sejumlah kasus yang ditangani KPK.
Tak mungkin kita sebutkan satu persatu kejanggalan yang terjadi di KPK dalam hanya sebuah artikel. Keluarnya mobil Porche yang ditilang polisi lalu lintas di Jakarta Barat, dan kemenangan gugatan kasasi mantan hakim Syarifuddin Umar sudah cukup mencoreng muka KPK.
Luka itu kini tak hanya berada di muka. Di dalam tubuh KPK ternyata sudah terdapat penyakit yang setiap saat bisa membuat KPK "mati" tak berdaya.
Kesaksian Direktur Penyidikan KPK, Aris Budiman sudah cukup menggambarkan betapa kronisnya permasalahan yang ada di dalam tubuh KPK. Aris Budiman datang seorang diri dengan jantan memenuhi panggilan Pansus Hak Angket KPK, disaat semua petinggi KPK enggan menggubris panggilan Pansus.
Karena itu, Aris terancam dipecat oleh KPK karena dianggap bertindak tanpa persetujuan pimpinan. Tak sampai di situ, Aris juga terlibat masalah dengan penyidik senior KPK Novel Baswedan, terkait email tentang preoses pengangkatan penyidik yang menurut Novel tak sesuai prosedur.
Ujungnya, Aris melaporkan Novel ke Polda Metro jaya karena merasa nama baiknya tercemar, sebab Novel tak hanya mengirimkan email itu ke Aris tapi juga ke pegawai KPK lain.
"Fakta tentang subordinasi dan juga tidak taat azas itu sudah diakui orang dalam, KPK harus segera berbenah diri," ujar Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo melalui keterangan tertulisnya kepada sinpo.id, Kamis (14/9/2017).
Carut marut makin terlihat kala Ketua KPK Agus Rahardjo melontarkan pernyataan akan menggunakan pasal obstruction of justice, karena ia menggagap Pansus menghalang-halangi proses penegakan hukum yang sedang dilakukan KPK. Pernyataan ini terlontar kala Pansus Angket memanggil KPK untuk melakukan rapat atas temuan Pansus.
Tidakkah ini sebuah bentuk kepanikan dari seorang Ketua KPK? Toh pada akhirnya, pada rapat dengar pendapat dengan Komisi III kemarin, ia menyatakan permohonan maafnya terkait ucapannya tersebut. patut diapresiasi juga permohonan maaf ini, karena Agus dengan gantle menyatakan permohonan maafnya di sebuah forum
"Mengenai obstruction of justice, saya mewakili lembaga KPK meminta maaf apabila itu telah menyinggung," ucapnya di gedung DPR RI yang langsung membuat ruang sidang bergemuruh, Selasa (12/9/2017).
Agus menambahkan, setelah KPK memperdalam pasal obstruction of justice, KPK mendapat kesimpulan bahwa sebenarnya pasal tersebut bukan ditujukan untuk lembaga, tapi terhadap seseorang yang menghambat.
"Oleh sebab itu saya minta maaf atas hal itu. Tidak ada maksud kami untuk mengancam," tambahnya.
Tetapi tetap saja, sampai saat ini KPK belum "berani" untuk memenuhi panggilan Pansus Angket.
Menurut Bambang Soesatyo, Proses pembusukan di dalam organisasi KPK bisa terjadi karena adanya konflik internal dan ada indikasi tidak taat azas.
"Proses pembusukan di tubuh KPK menjadi akut karena pelanggaran mekanisme kerja dan pelanggaran etika yang dilakukan mendapat toleransi," ucapnya.
Bambang menilai, Temuan Pansus Hak Angket KPK di DPR juga mengindikasikan bahwa pengingkaran terhadap azas organisasi di KPK sudah berlangsung sejak rezim kepemimpinan KPK terdahulu. Karut marut itu terlihat pada kelemahan pendokumentasian barang-barang sitaan KPK.
Ketika organisasi menjadi karut marut karena perilaku tidak taat azas sejumlah oknum, pimpinan organisasi seharusnya menggunakan power atau kuasa kewenangan yang diberikan undang-undang kepadanya untuk membenahi organisasi itu.
"Di KPK, ada indikasi bahwa pimpinan tidak menggunakan kuasa kewenangan mereka untuk mendorong bawahan taat azas," tambah Bambang.
Polemik yang terjadi di KPK ini dapat menjadi sebuah manuver yang dilakukan oleh Pansus Hak Angket. Bukan dengan maksud pelemahan atau pembusukan terhadap KPK itu sendiri, tapi Pansus juga memiliki harapan agar KPK dapat menjadi lebih baik.
kekecewaan masyarakat itu pun muncul dengan adanya faksi friksi di KPK itu sendiri, yang mengakibatkan ujung tombak sebuah lembaga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memberantas korupsi kini memudar. Dengan adanya masalah friksi di tubuh mereka ini, menjadi seperti kanker, yang membuat pelemahan dari dalam hingga sekujur tubuh.
KPK dengan sejarahnya yang tak bisa dipungkiri seperti bentuk skema, seperti kasus Antasari Azhar ataupun cicak-buaya, itu mungkin dapat dibenarkan bahwa adanya dualisme di tubuh KPK.
Tantangan ini akan sangat besar, soliditas ini yang akan terus menjadi pertanyaan besar. Independensi mereka penting, perdebatan yang ada di dalam tubuh KPK harusnya juga dibicarakan secara terbuka.
Ayo KPK, duduklah bersama-sama Pansus untuk mengobati luka kalian, luka pansus, dan tentunya juga luka masyarakat Indonesia sendiri. Karena masyarakat tak akan pernah berhenti berharap kepada KPK untuk dapat membabat habis korupsi yang sudah menggerogoti negara ini.

