Voxpol: Alarm Berbunyi, Demokrasi Indonesia Dalam Keadaan Bahaya
SinPo.id - Hasil survei Voxpol Center Research and Consulting per Juli 2021 lalu, mayoritas masyarakat menolak wacana penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo tiga periode.
Selaras dengan itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai bahwa apabila wacana penundaan Pemilu 2024 menguat kembali maka itu merupakan peringatan bahwa demokrasi di Indonesia sedang dalam kondisi bahaya.
Pasalnya, beberapa ketua umum partai koalisi seperti PKB hingga PAN menyuarakan hal yang senafas dengan wacana penambahan masa jabatan Presiden karena meminta Pemilu 2024 ditunda.
"Sekarang demokrasi dalam keadaan bahaya, alarm demokrasi bunyi," kata Pangi dalam keterangannya di Jakarta, Senin (7/3).
"Apakah ini fenomena alamiah, siapa operator politik yang mendesainnya? Apakah dalangnya adalah kelompok basis kekuasaan para oligarki? aktor-aktor yang tidak menginginkan pestanya cepat berakhir, rencana jahat para oligarki membeli partai-partai politik demi melanggengkan kekuasaanya?" sambungnya.
Apalagi, kata dia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah resmi menerbitkan surat keputusan tentang hari dan tanggal pemungutan suara Pemilu Serentak Tahun 2024. Surat keputusan dengan Nomor 21 Tahun 2022. Dalam surat tersebut KPU menetapkan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 diselenggarakan pada Rabu, 14 Februari 2024.
"Pada saat yang sama tiba-tiba secara sistematis, keluar statement para ketua umum partai koalisi PKB, PAN, tonenya sama, menginginkan agar jadwal pemilu ditunda?" tanya Pangi.
Menurut Pengamat Politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, menunda Pemilu mengakibatkan negara kehilangan kualitas demokrasinya. Oleh karena itu, yang berkuasa di Republik Indonesia adalah kuasa rakyat bukan kuasa para oligarki.
"Kembali ke rakyat, negara tidak boleh tergelincir menjadi despotisme (sewenang-wenang). Regresi demokrasi juga ditandai dengan menunda pemilu dan menambah masa jabatan presiden!" tegasnya.
"Arus balik demokrasi yang kita khawatirkan, kemunduran demokrasi, kembali terjebak pada rezim otoriter, asumsi itu semakin menempel pada rezim pemerintahan saat ini, anasir presiden Jokowi sedang bermain dengan konfigurasi aktor politik (non) demokratis," demikian Pangi.
Hasil survei Juli 2021, temuan Voxpol Center Research and Consulting sudah jauh-jauh hari berhasil memotret fenomena penolakan masyarakat dengan wacana “testing the water” tersebut. Dengan mengajukan pertanyaan kusioner, apakah bapak/ibu/saudara setuju jika masa jabatan presiden ditambah menjadi 3 periode? sebesar 73,7 persen responden menjawab tidak setuju.
Dari 73,7 persen yang tadinya menolak perpanjangan masa jabatan presiden; sebesar 34,4 persen (kemunduran demokrasi); sebesar 28,2 persen (regenerasi kepemimpinan mandeg); sebesar 9,9 persen (menghindari KKN dan oligarki); sebesar 8,7 persen (tidak mau menjadi pengkhianat demokrasi); sebesar 4,6 persen (ingin menjebak presiden).

