PAN Minta Menag Akhiri Polemik Soal Aturan Toa Masjid
SinPo.id - Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto menanggapi pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang dinilai menyamakan suara azan dengan gonggongan anjing.
Politisi PAN itu menyebut Menag Yaqut sebaiknya meralat pernyataan tersebut sebelum menimbulkan kegaduhan.
"Sebaiknya Menag segera meralat ucapannya itu agar tidak menimbulkan kegaduhan dan tafsir-tafsir di masyarakat tidak makin liar," kata Yandri di Kompleks DPR, Jakarta, Jumat (25/2).
Yandri juga meminta kepada Yaqut untuk tidak segera mengakhiri kegaduhan terkait aturan pengeras suara azan tersebut.
"Menurut saya sebaiknya diakhiri kegaduhannya sebanyak Pak Menteri itu menjelaskan duduk persoalan dan meluruskan sejelas-jelasnya." tegas Yandri.
Sebelumnya, pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas soal aturan pengeras suara atau toa di masjid dan musala menjadi polemik.
Yaqut membuat analogi soal gonggongan anjing di tengah-tengah penjelasannya saat ditanya tentang aturan azan.
Pernyataan itu disampaikan Yaqut saat ditanyai soal aturan azan di Gedung Daerah Provinsi Riau, Rabu (23/2/2022).
Yaqut menegaskan tak ada larangan azan, namun pihaknya mengatur penggunaan pengeras suara.
Dia menyebut volume pengeras suara maksimal 100 desibel hingga ada analogi gonggongan anjing.
Berikut ini pernyataan lengkap Menag Yaqut Cholil Qoumas:
Menag: Soal?
Wartawan: Aturan azan
Menag: Oh iya, iya. Kemarin kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan, kita tidak melarang masjid, musala menggunakan toa, tidak. Silakan karena kita tahu itu bagian syiar agama Islam. Tetapi, ini harus diatur tentu saja. Diatur bagaimana volume speaker--nya, toanya itu nggak boleh kencang-kencang.
100 desibel maksimal diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu sebelum azan dan setelah azan, bagaimana menggunakan speaker di dalam dan seterusnya. Tidak ada pelarangan, aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis, meningkatkan manfaat, dan mengurangi mafsadat. Jadi menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan.
Karena kita tahu, misalnya, kita tahu di daerah mayoritas muslim hampir 100 meter, 200 meter itu ada musala masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu yang bersamaan mereka semua menyalakan toa-nya di atas kayak apa. Itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya.
Kita bayangkan lagi, kita ini muslim, saya ini muslim. Saya hidup di lingkungan nonmuslim, ya, kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim itu bunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan itu rasanya bagaimana.
Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini, kalau kita hidup dalam satu kompleks gitu misalnya, kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya, menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu nggak?