Pemimpin Dunia Ramai Kecam Presiden Rusia Akui Dua Wilayah Ukraina Sebagai Negara Merdeka
SinPo.id - Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin (21/2) menandatangani dua dekret yang mengakui "Republik Rakyat Lugansk (RRL)" dan "Republik Rakyat Donetsk (RRD)", dua wilayah di Ukraina Timur sebagai negara merdeka dan berdaulat.
Pada sebuah upacara yang diadakan di Kremlin, Putin juga menandatangani Perjanjian Persahabatan, Kerja Sama, dan Saling Membantu antara Rusia dengan "RRL" dan "RRD" bersama kepala kedua "republik" tersebut, menurut pernyataan Kremlin.
"Saya menganggap perlu untuk membuat keputusan yang sudah lama tertunda, untuk segera mengakui kemerdekaan dan kedaulatan 'RRL' dan 'RRD'," tandas Putin dalam sebuah pidato negara yang disiarkan melalui televisi.
"Rusia telah mengerahkan segala upaya untuk menjaga integritas teritorial Ukraina" dengan memperjuangkan implementasi perjanjian Minsk 2015, tetapi semua upaya tersebut berakhir sia-sia, katanya kepada publik.
Menurut Putin, hampir setiap hari ada penembakan yang dilakukan Ukraina terhadap permukiman di Donbass dan "tampaknya tidak akan berakhir."
Krisis keamanan Eropa tersebut terjadi akibat ekspansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) ke arah timur, yang telah menyebabkan hilangnya rasa saling percaya dengan Rusia, seperti ditekankan Putin.
Dirinya menyebut hanya "tinggal menunggu waktu saja" bagi NATO untuk menerima Ukraina sebagai negara anggota dan kemudian membangun fasilitas di wilayahnya sehingga tingkat ancaman militer terhadap Rusia akan meningkat drastis.
Ketika Moskow meminta jaminan keamanan kepada Amerika Serikat dan NATO, negara-negara Barat justru mengabaikan kekhawatiran mendasar Rusia dan tidak ada respons dari mereka, ujar Putin.
Dalam kondisi seperti itu, Rusia "memiliki hak untuk mengambil tindakan balasan guna memastikan keamanannya sendiri," kata sang presiden.
Putin mengatakan dirinya sadar bahwa Barat sedang mencoba kembali "memeras" Rusia dengan sanksi. Namun, dia yakin bahwa sanksi-sanksi itu akan terus berlanjut hanya karena Rusia eksis, terlepas dari situasi di Ukraina.
Setelah mengakui kemerdekaan "RRL" dan "RRD", Putin menginstruksikan angkatan bersenjata Rusia untuk memastikan perdamaian di kedua "negara" itu.
Kecamana Dunia
Kecaman mengalir dari para pemimpin dunia untuk keputusan Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengakui kemerdekaan dua wilayah Ukraina bagian timur yang dikuasai separatis dan memisahkan diri.
Seruan untuk sanksi terhadap Rusia pun menggema dari sejumlah negara. Seperti dilansir AFP, Selasa (22/2), kecaman keras disampaikan oleh pemimpin Amerika Serikat (AS), Prancis dan Jerman yang kompak menyebut langkah Putin itu sebagai 'pelanggaran jelas' terhadap perjanjian damai Minsk, yang mengupayakan diakhirinya konflik separatis di Ukraina bagian timur.
Presiden AS, Joe Biden, bersama Presiden Prancis, Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman, Olaf Scholz, bersama-sama menyepakati bahwa 'langkah ini tidak akan dibiarkan tak terjawab'.
Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Antony Blinken, dalam pernyataan terpisah via Twitter menyebut keputusan Putin itu membutuhkan 'respons yang cepat dan tegas, dan kita akan mengambil langkah-langkah yang tepat dalam koordinasi dengan para mitra'.
AS mengumumkan sanksi finansial terbatas untuk dua wilayah pecahan Ukraina yang baru saja diakui kemerdekaannya oleh Putin tersebut. Otoritas AS juga memperingatkan bahwa lebih banyak sanksi sudah dipersiapkan jika diperlukan.
Macron, dalam pernyataan yang dirilis kantor kepresidenan Prancis, menyerukan penjatuhan sanksi terarah dari Uni Eropa terhadap Rusia. "Dia menuntut rapat darurat Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) serta penerapan sanksi terarah dari Eropa," demikian sebut kantor kepresidenan Prancis.
Secara terpisah, Menlu Jerman, Annalena Baerbock, menyatakan bahwa Rusia telah melanggar perjanjian damai Minsk yang ditandatangani tahun 2014. "Dengan keputusannya, Rusia melanggar semua janji-janjinya kepada komunitas dunia," tuduh Baerbock.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, dalam tanggapannya menyebut keputusan Rusia itu sama saja dengan 'pelanggaran integritas dan kedaulatan wilayah Ukraina, dan tidak konsisten dengan prinsip Piagam PBB'.

