Krisis Minyak Goreng, Ketua Appsindo: Ritel Kapitalias Raup Keuntungan, Kok Pedagang Kecil Disalahkan?

Laporan: Samsudin
Kamis, 17 Februari 2022 | 09:19 WIB
Ketua Appsindo, Hasan Basri/ist
Ketua Appsindo, Hasan Basri/ist

SinPo.id -  Ketua Umum Aliansi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (Appsindo) Hasan Basri mengatakan, upaya pemerintah untuk menurunkan harga minyak goreng dan kelangkaannya di pasaran, hanya bertujuan menekan kegaduhan saja.

"Ini hanya siasat menekan kegaduhan, kita disuapi sedikit digunakan untuk mengurai kegaduhan. Sementara permintaan banyak, pemasokan terbatas, sehingga menimbulkan kelangkaan," kata Hasan Basri dalam acara Gelora Talk bertajuk 'Minyak Goreng Langka, Ada Apa?', kemarin.

Hasan menolak pedagang disalahkan dalam hal kelangkaan minyak goreng, apalagi sampai ada tuduhan melakukan penimbunan. Padahal ada pasokan yang dibatasi, sehingga tidak berimbang dengan permintaan, akibatnya barang langka atau sulit ditemukan. 

"Minyak goreng mahal itu yang dipermasalahkan pedagang, sementara kita pedagang itu kan hanya menjual dengan keuntungan yang sangat tipis. Jadi kalau kita sebagai pedagang tidak akan mungkin menyetok minyak goreng yang berlebihan, artinya hari ini paling 2, 3 hari stok kita habis lalu belanja lagi," katnya. 

Akibat permasalahan ini, Hasan cerita banyak pelanggan pasar tradisional lebih memilih membeli minyak goreng di ritel modern. Sebab barang dan harga di ritel moden lebih pasti yakni sebesar Rp 14.000/liter.

Dengan adanya kelangkaan minyak goreng di pasar tradisional, para konsumen memburu pasar-pasar modern seperti Alfamart, Indomaret, dia lebih suka berbelanja ke sana. Ini tentu menjadikan kita pasar tradisional kehilangan pelanggan akibat diskriminatif pemerintah dalam menentukan (harga) minyak goreng," tuturnya.

Tidak sedikit juga pelaku ritel modern disebut memanfaatkan momentum ini untuk menarik konsumen dari pasar tradisional. Pemerintah diharapkan memberikan perlindungan kepada pelaku pasar tradisional yang notabene adalah rakyat kecil.

"Namun sepertinya tidak seperti itu yang kami rasakan di lapangan. Lagi-lagi ritel modern yang dimiliki kapitalis-kapitalis besar itu mengambil peran pasar tradisional dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini efeknya sangat buruk bagi kita pasar tradisional," tuturnya.

"Tidak berfungsinya pemerintah sehingga distributor minyak goreng atau produsen minyak goreng itu semaunya saja meletakkan harga. Nah ini yang jadi beban bagi kami, pasar tradisional yang selama ini jadi bulan-bulanan dari masyarakat, kita selalu dianggap sebagai pemicu naiknya harga komoditi minyak goreng, padahal minyak goreng itu naiknya dari sumber utamanya, produsennya," pungkasnya.

Namun sayangnya, pertanyaan-pertanyaan publik tersebut tidak bisa dijawab oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang dianggap bertanggungjawab pada distribusi minyak goreng. 

Partai Gelora telah berusaha melakukan cover both side, dengan memberikan forum kepada pemerintah untuk memberikan penjelasan kepada publik mengenai kelangkaan minyak goreng yang terjadi di berbagai daerah, meski harga telah diturunkan.

Diskusi bertema 'Minyak Goreng Langka, Ada Apa?' yang disiarkan langsung di kanal YouTube Gelora TV dan Transvision Satellite Channel SERU: 333 ini, rencananya menghadirkan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Oke Nurwan sebagai narasumber. 

Bahkan Kemendag menurunkan timnya dari Humas untuk mengikuti diskusi yang digelar secara daring tersebut. Sayangnya hingga diskusi berakhir, Oke Nurwan tidak bisa bergabung. Ia beralasan tidak bisa meninggalkan tugasnya, sehingga tidak bisa hadir sebagai narasumber diskusi tersebut.

 

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI