Anies Ancam Sanksi Pengusaha Tak Patuh UMP 2022, Begini Komentar Ketua Komisi B
SinPo.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengancam bakal mengenakan sanksi bagi pengusaha yang tak patuh revisi upah minimum provinsi (UMP).
Sebelumnya, dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021, UMP Jakarta naik Rp225.667 atau 5,1 persen menjadi Rp 4.641.854 per bulan. Dalam SK, juga diberikan ruang ‘nego’ terhadap perusahaan yang tidak mengalami pertumbuhan pada saat pandemi.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi B DPRD DKI Abdul Aziz mengatakan, berdasarkan rapat bersama Komisi B dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans) DKI, pihaknya sempat mempertanyakan berbagai macam hal.
“Termasuk juga kita tanyakan apakah UMP ini akan diterapkan secara kaku, ternyata tidak,” katanya kepada wartawan, Selasa (28/12).
Abdul Aziz menjelaskan, dari klarifikasi Disnakertrans itu, bahwa UMP ini tidak akan dilakukan secara kaku, jadi masih terbuka peluang bagi industri industri yang memang mengalami penurunan di masa pandemi untuk membuat surat kepada dinas untuk menunda penerapan UMP Jakarta yang 5,1% itu.
“Jadi saya kira ini masih fleksibel ya. Pengusaha saya kira punya keleluasaan atau keringanan selama memang industrinya tidak berkembang di masa pandemi ini atau mengalami kerugian. Seperti apa teknisnya, diatur oleh Dinas Ketenagakerjaan," tegasnya.
Ditanyakan apakah artinya UMP-nya masih sama seperti sebelumnya? Abdul Azis menjelaskan, hal itu tergantung adanya negosiasi dengan dinas terkait, apakah memang tidak mampu menaikkan UMP 5,1 atau kepengennya mengikuti aturan yang sesuai dengan pemerintah 0,85 persen.
“Nah, kita lihat nanti seperti apa. Ya pada intinya sebenarnya pengusaha ini kan yang penting berkomunikasi dengan pekerja. Saya kira pekerja juga akan mengerti bahwa kalau upahnya ini naik akan membuat perusahaan ini collaps, bangkrut, ya saya kira mereka akan memilih gaji tidak naik 5,1 tapi perusahaan masih bertahan,” tegasnya.
“Saya kira ini kan masing masing punya peran berkeadilan bagi pekerja, tentu juga harus berkeadilan bagi pengusaha. Saya kira ini solusi yang terbaik dari Pemda DKI, fleksibel diterapkannya,” tuntasnya.
“Jadi sekali lagi saya pikir ini masalah komunikasi saja ya, tidak perlu ada PTUN dan sebagainya,” demikian Abdul Azis.

