Peneliti BRIN: Pemindahan IKN Acuhkan Keturunan Kerajaan Kutai Kartanegara

Laporan: Samsudin
Minggu, 19 Desember 2021 | 11:00 WIB
Peneliti BRIN, Syafuan Rozi/tangkapan layar
Peneliti BRIN, Syafuan Rozi/tangkapan layar

SinPo.id - Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) masih menjadi perdebatan hangat. Salah satu sorotan terkait keberadaan keturunan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ternyata tidak pernah diajak komunikasi oleh pemerintah.

Peneliti kluster politik perkotaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi mengatakan, partisipasi masyarakat adat sepatutnya diprioritaskan dalam rencana pemindahan IKN ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Demikian disampaikan peneliti kluster politik perkotaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi saat menjadi narasumber dalam diskusi daring #IndonesiaLeadersTalk bertajuk "Kepindahan Ibukota vs Aspirasi Rakyat Via Pansus IKN" pada Jumat malam (18/12).

"Setelah kami mengundang masyarakat lokal Kalimantan Timur dalam beberapa webinar lalu, ada suara dari Wakil Keraton Kutai Kertanegara Pangeran Aji Dedi,” ungkap Syafuan Rozi saat menjadi narasumber dalam diskusi daring #IndonesiaLeadersTalk bertajuk "Kepindahan Ibukota vs Aspirasi Rakyat Via Pansus IKN", kemarin.

“Dia tidak pernah diundang. Kan ada sosialisasi, diseminasi oleh pihak Bappenas ke pihak Kalimantan Timur," kata Syafuan.

Padahal, kata Syafuan, pelibatan warga lokal, terlebih keturunan raja Kutai Kartanegara tempat di mana IKN akan dibangun sangat penting selaku masyarakat yang telah menduduki Kaltim sejak lama.

Syafuan Rozi menegaskan, Bappenas sudah mengunjungi para pihak kalangan kampus, kalangan pebisnis, tapi masyarakat adat dan perwakilan Kutai Kartanegara tidak sama sekali diajak komunikasi.

“Kita tahu ini adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia, (tapi) sama sekali tidak diundang, tidak pernah didatangi," imbuhnya.

"Ini saya sedih karena kenapa kok bisa seperti ini," tegasnya.

Tidak hanya persoalan pengabian keturunan kerajaan Kutai Kartanegara, pada kesempatan itu, ia juga berbicara masalah pertimbangan sosial, politik, dan humaniora yang sama sekali tidak ada dalam RUU IKN.

Kata dia, hal-hal itu seharusnya menjadi faktor yang turut diperhatikan dalam membangun IKN, disamping aspek teknokrasi pembangunan fisik yang juga diperlukan.

"Yang saya sedih karena ketika ada lomba sayembara gagasan desain IKN baru, juri dan kriteria unggulan siapa yang menang dari gagasan desain IKN baru itu semua adalah kaum teknokrat, teknolog, arsitek tanpa melibatkan sosial humaniora," sindirnya.

"Jadi, saya sangat sedih bagaimana satu desain hanya melihat fisiknya tidak jiwanya, tidak budayanya, tidak sosial humanioranya," sambungnya.

Ia lantas berbicara jika desain sayembara itu terlalu banyak muatan teknokrasi, teknisnya, tapi kurang pertimbangan sosial, politik, budaya.

“Itu kekecewaan saya," tandasnya.

Hadir narasumber lain dalam diskusi daring yang disiarkan secara live di kanal YouTube PKS TV tersebut, salah satunya dosen ilmu politik Universitas Indonesia, Chusnul Mariyah.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI