Begini Alasan Ketua KPK Dukung Presidential Threshold 0 Persen
SinPo.id - Ketua KPK Firli Bahuri mengusulkan agar ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) menjadi 0 persen. Hal tersebut diharapkan agar demokrasi di Indonesia tidak lagi diwarnai dengan biaya politik yang tinggi.
Usulan tersebut dipahami Firli usai menggelar beberapa kali roadshow webinar pendidikan dan pencegahan korupsi. Serta rapat koordinasi dan supervisi pemberantasan korupsi terintegrasi di daerah.
"Kami terus menerima keluhan yang sama. Apa itu? KPK menyerap informasi dan keluhan langsung dari rumpun legislatif dan eksekutif di daerah yang mengeluhkan biaya pilkada mahal. Sehingga membutuhkan modal besar," kata Firli, Selasa (14/12).
"Modal besar untuk pilkada sangat berpotensi membuat seseorang melakukan tindak pidana korupsi, karena setelah menang akan ada misi 'balik modal'," ujarnya.
Di sisi lain kata Firli, mencari bantuan modal dari 'bohir politik' akan mengikat politikus di eksekutif dan legislatif dalam budaya balas budi yang korup.
Fakta data KPK terakhir kata Firli, 82,3 persen calon kepala daerah menyatakan ada donatur dalam pendanaan pilkada. Data KPK menemukan banyak bentuk balas budi pada donatur pilkada.
Salah satunya, 95,4 persen balas budi pada donatur akan berbentuk meminta kemudahan perizinan terhadap bisnis yang telah dan akan dilakukan. Atau 90,7 persen meminta kemudahan untuk ikut serta dalam tender proyek pemerintahan (pengadaan barang dan jasa).
"Lebih menariknya, kesadaran dan informasi ini didapat KPK dari mereka sendiri para gubernur, kepala daerah dan legislatif. Mereka semua menyadari, dorongan korupsi akan sangat tinggi jika biaya politik sangat mahal," jelasnya.
"Prinsip balik modal dan balas budi pada donator membuat kepala daerah dan anggota legislatif akan menciptakan birokrasi yang korup. Karena dari mana lagi mereka mencari pengganti itu kalau bukan dari kas negara," imbuhnya.
Menurut Firli, adanya indikator memperkaya diri, upaya balik modal dan balas budi pada donatur oleh para kepala daerah dan legislatif setelah terpilih, membuat KPK merasa penting bersikap. Sehingga pemberantasan korupsi bisa diselesaikan dari hulu ke hilir.
"Pada konteks ini maka saya berpendapat bahwa jika PT 0 persen bisa membuat mahar politik parpol hilang dan biaya kampanye murah. Sehingga pejabat terpilih lebih leluasa bekerja baik, ketimbang mikir korupsi untuk balik modal dan balas budi donatur, kenapa tidak PT ini persen," tuturnya.
Presidential threshold lanjut Firli, menjadi salah satu permasalahan yang harus ditangani agar hasrat korupsi para pejabat politik tidak membabi buta.
"Jika memang PT telah mendorong politik transaksional dalam bentuk mahar-mahar politik dan biaya politik mahal menciptakan donokrasi," ungkapnya.