Pengamat Nilai Pemindahan IKN Akal-akalan Pemerintah Akomodir Kepentingan Elite
SinPo.id - Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN), menargetkan RUU tersebut disahkan menjadi UU pada awal 2022. Pemerintah dan mayoritas fraksi di DPR sepakat dibutuhkan pemindahan IKN.
Menanggapi hal itu, Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai kesepakatan pemerintah dan mayoritas fraksi di DPR itu menguatkan dugaan bahwa pemindahan IKN untuk mengakomodir kepentingan elite daripada rakyat.
"Elite yang dimaksud di sini adalah eksekutif dan dan partai pendukung pemerintah," kata Jamiluddin dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu siang (11/12).
Sebab, sambungnya, mayoritas fraksi di DPR yang mendukung pemindahan IKN itu juga berasal dari partai pendukung pemerintah. Fraksi di DPR ini akan dijadikan stempel untuk memuluskan keinginan para elit tersebut dengan target selesai awal 2022.
Selain itu, RUU IKN inisiatif dari eksekutif. Hal ini, kata Jamiluddin, semakin mengindikasikan pemindahan IKN memang lebih dominan keinginan pemimpin (elit) daripada rakyat.
"Pemindahan IKN semakin elitis karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menetapkan lokasi IKN baru. Jokowi setelah meninjau Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, akhirnya memutuskan lokasi IKN baru seluas 180 ribu hektar di perbatasan Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur," katanya.
Dilain pihak, rakyat hingga sekarang belum pernah ditanyakan apakah setuju IKN dipindahkan atau justru sebaliknya. Rakyat, kata Jamiluddin, juga tidak pernah ditanya di mana lokasi IKN yang baru.
"Rakyat tiba-tiba dikejutkan, lokasi IKN yang baru sudah ditetapkan," sesalnya.
Menurut Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 - 1999 ini, cara penetapan lokasi IKN ini layaknya seperti di zaman kerajaan saja. Saat raja ingin memindahkan ibu kota kerajaannya, sang raja pun meninjau beberapa lokasi.
"Kalau sang raja merasa cocok, ia pun mengeluarkan titah dengan menetapkan lokasi ibu kota kerajaannya yang baru. Raja merasa itu haknya, dan rakyat harus ikut titah sang raja," tuturnya.
"Tapi Indonesia sekarang menganut demokrasi. Presiden tidak bisa seperti raja mengeluarkan titah pemindahan IKN. UUD 1945 yang diamandemen juga tidak memberi kewenangan kepada presiden untuk menetapkan IKN baru, termasuk lokasinya," demikian Jamiluddin.

