Gede Pasek Tidak Menonjol Di Politik Nasional, PKN Hanya Jadi Pemanis Di 2024

Laporan: Farez
Senin, 01 November 2021 | 15:09 WIB
Ketua Umumm PKN, I Gede Pasek Suardika/Net
Ketua Umumm PKN, I Gede Pasek Suardika/Net

SinPo.id - Kapasitas Gede Pasek sebagai politikus dinilai masih kurang kuat. Untuk itu keputusan mantan Sekjen Hanura I Gede Pasek Suardika, membentuk Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) sekaligus menjadi ketuanya dinilai akan menghadapi jalan terjal.

 

 
"Gede Pasek sejak di Demokrat dan di Hanura saya kira tidak berhasil menunjukkan karakter ketokohannya," terang Dedi Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, Senin (1/11).

Dedi menilai prospek PKN ke depan tak bagus-bagus amat, kalau tak bisa dibilang suram.

Faktor ketokohan, kata Dedi sangat penting dalam sebuah partai politik. Karena berkaitan dengan efektivitas lobi-lobi politik dalam mengajak tokoh-tokoh lain untuk bergabung dengan PKN dan membentuk jaringan hingga ke daerah-daerah.

Prosepek suram PKN lainnya, kata Dedi, adalah minimnya sisi logistik.  

Saya melihat membaca struktur di Gede Pasek logistiknya tidak cukup kuat, sangat jauh dibandingkan dengan partai lain," tutur Dedi.

Dari dua faktor itu saja Dedi mengaku bisa menebak bila PKN hanya akan jadi  'pemanis' di Pemilu 2024.

"Kehadiran PKN hanya sebatas wacana, keberadaannya ada, tapi sulit untuk menjangkau banyak ceruk pemilih. Sampai batas minimum pun akan kesulitan," paparnya.

Sementara terkait mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum yang ikut berganung, Dedi menilai tak akan memberi dampak signifikan. Dedi malah memperkirakan nama Anas hanya akan jadi beban bagi PKN.

"Saya kira tidak, justru akan semakin sulit. Reputasi Anas adalah sebagai koruptor, sudah disanksi dengan ditahan. Kalaupun aktif kembali akan sangat sulit sebagai personal. Anas sangat sulit mengangkat citra dan reputasi dirinya sendiri apalagi memengaruhi parpol baru," ujar Dedi.

"Loyalis Anas juga tidak banyak. Kita bicara dalam skala nasional, kalau skala komunitas atau kelompok orang yang dulu simpatik mungkin banyak, tapi itu dalam konteks yang terbatas. Kalau nasional sulit," demikia Dedi Kurnia Syah.

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI