Polemik PPHN, Arsul Sani: Perlu Dibuatkan Matriks Pro Kontra Segera

Laporan: CM-1
Minggu, 24 Oktober 2021 | 13:17 WIB
Wakil Ketua MPR Arsul Sani/Ist
Wakil Ketua MPR Arsul Sani/Ist

SinPo.id - Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan bahwa wacana tentang Pokok-pokok haluan negara (PPHN) sudah ada selama setahun di MPR dan selama itu telah mendapatkan berbagai respon dari berbagai pihak baik yang pro maupun yang kontra.

“Kalau kita rekapitulasi soal PPHN ini, kurang lebih selama 1 tahun ini sudah menggelinding, jadi sudah dilontarkan oleh kita semua yang ada di MPR dan juga sudah mendapatkan respon, baik yang positif maupun yang negatif dari berbagai elemen masyarakat, dari para akademisi, dari teman-teman apa penggiat konstitusi, teman-teman LSM, teman-teman penggiat demokrasi lah,” kata Arsul dalam diskusi Empat Pilar MPR di acara press gathering wartawan parlemen di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (23/10).

Arsul mengusulkan agar pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh masyarakat, baik yang positif maupun negatif, dibuat matrik.

“Saya kira kita harus sudah membuat matriks setelah 1 tahun ini diluncurkan, maka perlu matriks, matriks pro dan kontra,” ujarnya.

Dalam matrik tersebut, menurut Arsul berisikan argumetasi mengenai PPHN agar terjadi diskursus di publik sehingga terlihat maka MPR tidak perlu lagi bolak-balik menjelaskan PPHN itu perlu.

“Jadi yang mendukung itu argumentasi apa saja dan kemudian yang Argumen yang kontrak apa saja, supaya diskursus kita di ruang publik itu ada progresnya, Tentu bagi kami yang di MPR  ketika kemudian, katakanlah ada semacam ini lagi atau ada diskusi publik, ada seminar, tidak lagi bolak-balik apa sekedar kemudian mengatakan bahwa PPHN itu perlu,” ucap Arsul.

Diungkapkan, kalau dilihat dari kekuatan politik, semua kekuatan politik yang ada di MPR sepakat PPHN itu perlu. Belum bulat atau sepakat menurut Arsul Sani adalah wadahnya apa.

“Meski sudah sepakat haluan negara itu baru dokumennya bernama PPHN tetapi isinya apa belum ada kesepakatan atau kebulatan,” katanya.

Arsul tak menampik ada pihak yang menolak karena menghadirkan PPHN memerlukan amendemen UUD. Agenda lain dimaksud seperti keinginan kembali ke UUD 1945 sebelum diamendemen atau memperpanjang periode jabatan presiden.

“Nah, bila ada amandemen masyarakat curiga nanti akan ada agenda lain yang disepakati”, ungkapnya.

Namun, Arsul menjelaskan amendemen UUD berbeda dengan perubahan UU. kalau amandemen UUD itu memerlukan ketentuan yang harus dipenuhi seperti syarat jumlah pengusul dan apa yang hendak diamandemen atau diubah harus disertai dengan alasan. Dari syarat dan ketentuan bagaimana amandemen itu bisa terjadi maka menurut Arsul mengubah UUD tak bisa dilakukan sembarangan.

“Bila diubah secara sembarangan hal demikian merupakan tindakan inskonstitusional,” tegasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI