Sorotan Kebijakan Jokowi Turunkan Jabodetabek ke PPKM Level 3
SinPo.id - Pemerintah kembali memperpanjang penerapan Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Presiden Joko Widodo mengatakan Perpanjangan PPKM berlaku dari tanggal 24 Agustus hingga 30 Agustus 2021 di Pulau Jawa dan Bali.
Jokowi mengatakan untuk Pulau Jawa dan Bali yakni wilayah aglomerasi seperti Jabodetabek, Bandung Raya, Surabaya Raya dan beberapa wilayah kota/kabupaten dari Level 4 diturunkan menjadi PPKM level 3.
Menanggapi hal itu, Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan istilah PPKM lebih baik dihapuskan saja, langsung saja penilaian Kota dan Kabupaten berdasarkan level, menurutnya jika menggunakan penamaan itu akan membuat kesan di Masyarakat akan ada PPKM Darurat kembali.
“Ya jadi gini menurut saya si perpanjangan PPKM itu, gausah pake istilah PPKM ya, mungkin langsung ke level saja, berbasis level, berarti yang level 4 di tanganin secara menyeluruh. Pake saja level agar lebih mudah, misalnya kota atau kabupaten level 3 ditangani semua,” kata Trubus saat dihubungi oleg SinPo, Selasa (24/8).
Trubus mengungkapkan bahwa yang terpenting adalah pengawasan terhadap Protokol kesehatan yang ketat disetiap tempat yang akan dibuka.
“Menurut saya yang penting itu pengawasannya yang ketat, penggunaan Protokol kesehatan, perkantoran dan pembelajaran tatap muka juga mau dibuka itu semua harus pengawasan yang ketat,” ujar Trubus.
Terlebih pengajar di Universitas Trisakti ini mempertanyakan siapa yang akan bertanggung jawab ketika muncul klaster baru disetiap tempat, jika hanya sanksi penutupan ketika muncul klaster itu seperti ‘pemadam kebakaran’, Trubus mendorong untuk ada penjelasan subjek yang akan diberi sanksi ketika ada klater baru.
“Lebih ke pengawasannya saja, jadi siapa yang bertanggung jawab, jadi mereka meraka itu yang bertanggung jawab yang diberi sanksi gitu, jadi ada law enforcement, pada mereka yang lalai dalam melaksanakan tanggung jawabnya itu, kalo misalnya sektor pendidikan yang akan dibuka, ketika menimbulkan klaster baru, yang bertanggung jawab itu kepala sekolah nya yang diberi sanksi,” tutur Trubus.
Sejalan dengan itu, Dosen Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin juga menekankan menjalankan pengawasan Protokol kesehatan dan mendorong masyarakat untuk taat akan hal itu, untuk menjaga orang lain dan bangsa ini tetap sehat.
“Selama kasus Coronanya masih terus tinggi, maka PPKM akan terus diperpanjang. Itu memang salah satu cara pemerintah tuk menekan penyebaran Covid-19. Namun saat ini masyarakat sudah banyak beraktivitas seperti biasa. Jalan2 juga sudah ramai dan macat. Yang terpenting bagi kita semua, menjaga dan menjalankan protokol kesehatan. Untuk menjaga kita, orang lain, dan bangsa ini,” kata Ujang kepada SinPo.
Pandangan lain dikemukakan oleh anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS) mendesak pemerintah tidak kembali menerapkan PPKM. Salah satu alasannya, kondisi penularan Covid-19 semakin membaik setelah PPKM semakin dilonggarkan.
"Sebelum PPKM, pada saat 20 Juni, itu kondisinya sudah sama persis dengan jauh sebelum diberlakukannya PPKM. Dan malah sekarang ini lebih rendah daripada saat kita belum punya pikiran PPKM. Tapi kematiannya pada saat sebelum PPKM malah jauh lebih rendah. Ini bukti bahwa PPKM tidak perlu lagi diberlakukan," ujar BHS dalam pernyataan tertulis yang diterima SinPo.id.
BHS menjelaskan saat diberlakukan PPKM Darurat yang levelnya lebih tinggi, angka penambahan kasus Covid-19 malah naik drastis hampir tiga kali lipat daripada sebelum PPKM, hingga 50 ribu kasus baru dengan kematian sekitar 1.400 sedangkan sebelum PPKM jumlahnya 12.000 dengan kematian 371.
"Jadi untuk PPKM sementara tidak diperpanjang lagi karena rakyat sudah cukup menahan untuk tidak melakukan kegiatan. Bila kita lihat dari data hasil PPKM mulai dari darurat sampai 4 level berikutnya, kita dapat melihat penurunan kasus baru karena diturunkannya level PPKM,” ucap mantan anggota DPR RI 2014-2019 ini.
Menurut BHS, pemerintah perlu melakukan analisa dampak PPKM yang sudah banyak mengorbankan kondisi rakyat saat ini. Katanya, hingga kini masyarakat sudah mengeluarkan biaya yang demikian besar.
Dijelaskan BHS, PPKM Darurat dimulai 3 Juli 2021 lalu. Pada Saat itu ada penambahan kasus baru 27.913 dan angka kematiannya 493. Nah harusnya saat PPKM Darurat, angka Covid-19 menurun. "Tapi kenyatannya bukan menurun, malah menaik," tuturnya.
BHS menambahkan, penerapan PPKM dengan analisa yang tidak akurat mengakibatkan begitu banyak kematian. Tidak hanya kematian manusia, namun yang paling membuat rakyat kesulitan, adalah kematian ekonomi.

