Kapasitas BRIN Mampu Wujudkan Kebijakan Keantariksaan

Laporan: Agam
Sabtu, 07 Agustus 2021 | 12:14 WIB
Dok: BRIN
Dok: BRIN

SinPo.id - Dalam aspek teknologi keantariksaan khususnya teknologi riset yang bersifat aplikatif pada masa ini, upaya menjadikan Indonesia sebagai bagian technology provider tidak boleh berhenti dan perlu terus dikembangkan.

Demikian disampaikan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko saat menjadi keynote speaker pada Webinar Progres Keantariksaan Indonesia dalam rangka memperingati Hari Antariksa Nasional ke-8, Jumat (6/8)

Handoko menegaskan diperlukan model dan proses bisnis yang mencakup secara keseluruhan sumber daya yang ada, supaya apa yang telah dilakukan dan kerja keras dalam jangka waktu yang panjang selama ini tidak berhenti.

“Dalam konteks keantariksaan yang harus kita lihat adalah siapa calon rekanan yang berpotensi untuk memakai, apa itu bandar antariksa atau itu satelit. Kita harus mengajak pemakai potensial ini berkolaborasi bersama-sama mengeksplorasi benefit yang dapat diperoleh oleh setiap pihak sejak awal,” ujarnya.

Menurut Handoko, masalah keantariksaan menjadi hal yang sangat advance, di satu sisi khususnya bagi negara kepulauan yang sangat luas seperti Indonesia teknologi keantariksaan menjadi kebutuhan yang besar. Di sisi lain harus dilihat realita bahwa Indonesia masih memiliki keterbatasan dan ketertinggalan dari aspek teknologi dan pengetahuan.

Ia menegaskan di sinilah Indonesia perlu memiliki bargaining position yang cukup kuat, maka dengan adanya BRIN, dirinya optimis Indonesia akan mempunyai kemampuan jauh lebih besar dalam menciptakan hal tersebut.

“Karena kita akan ciptakan skema-skema yang tidak hanya dalam cakupan LAPAN selama ini namun lebih luas untuk memungkinkan adanya proses transfer pengetahuan dan teknologi bahkan investasi terhadap mitra global potensial tadi. Dengan kapasitas yang dimiliki BRIN, penyediaan infrastruktur akan jauh lebih baik dan kemampuan investasi akan lebih besar, termasuk mobilisasi periset menjadi lebih banyak dengan bidang yang lebih beragam,” jelas Handoko.

Handoko melanjutkan Indonesia memiliki banyak periset dan perekayasa dari berbagai bidang yang tersebar di berbagai institusi dan lembaga yang dimungkinkan untuk dapat dimobilisasi. Hal tersebut menjadi nilai tawar Indonesia dalam berkolaborasi dengan berbagai pihak ke depannya.

“Kalau perlu kita mobilisasi untuk tujuan tertentu, sehingga kita memiliki kapasitas dan memungkinkan kita berkolaborasi lebih sejajar. Selain ada aspek bisnisnya ada aspek substansinya, ini yang harus kita ciptakan sehingga lebih optimal memanfaatkan anggaran negara ke depan,” ujar Handoko.

Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin menjelaskan melalui Undang-undang (UU) No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, Indonesia menjadi bagian dari sedikit negara yang mempunyai space policy atau kebijakan terkait keantariksaan yang dijadikan sebagai salah satu pilar pembangunan negara.

Dalam UU Keantariksaan dinyatakan ada 5 kegiatan terkait keantariksaan:  

• Pertama, yaitu sains antariksa termasuk di dalamnya adalah sains atmosfer yang tidak terpisahkan; 

• Kedua, penginderaan jauh; 

• Ketiga, pengembangan dan penguasaan teknologi roket satelit dan aeronautika (penerbangan); 

• Keempat, peluncuran wahana antariksa termasuk di dalamnya bandar antariksa; 

• Kelima, kegiatan komersial keantariksaan.

Sekretaris Utama LAPAN Erna Sri Adiningsih menyebutkan dalam periode Rencana Induk 2016-2020 terdapat beberapa progres yang cukup baik dari perkembangan antariksa Indonesia. Beberapa capaian yang telah dicapai, di antaranya :

• Sains antariksa yaitu terbentuknya sistem informasi dan prediksi cuaca antariksa regional serta sistem informasi peringatan dini atmosfer ekstrem; 

• Penginderaan jauh yaitu beroperasinya Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) dengan sistem  jaringan data spasial berbasis penginderaan jauh dan penginderaan jauh untuk pengendalian sumber daya alam, lingkungan hidup, mitigasi bencana, dan penggunaan khusus. 

• Penguasaan teknologi satelit seperti bimbingan teknis pembangunan Nano Satelit bagi universitas, juga dalam penguasaan teknologi aeronautika seperti terbentuknya konsorsium pengembangan pesawat terbang nasional. 

“Dengan bergabungnya LAPAN ke dalam BRIN, diharapkan dapat menciptakan ekosistem iptek keantariksaan dan pemanfaatannya untuk mengoptimalkan peran pemangku kepentingan dan masyarakat dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” pungkas Erna Sri Adiningsih.

Hadir sebagai narasumber dalam agenda ini Sekretaris Utama LAPAN Erna Sri Adiningsih, Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN Orbita Roswintiarti, Deputi Bidang Teknologi Penerbangan dan Antariksa LAPAN Rika Andiarti, Deputi Bidang Sains Antariksa dan Atmosfer Halimurrahman.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI