DPD: RUU Otsus Papua Untuk Kesejahteraan Papua

Laporan: Ria
Selasa, 13 Juli 2021 | 01:00 WIB
Anggota Komite I DPD RI, Filep Wamafma/Ist
Anggota Komite I DPD RI, Filep Wamafma/Ist

SinPo.id - DPD RI kembali menggelar rapat pembahasan lanjutan RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua secara tripartit bersama DPR RI dan pemerintah.

Dalam rapat tersebut, DPD RI menyatakan dukungannya atas RUU tersebut untuk dilakukan pembahasan di tingkat selanjutnya.

Saat menyampaikan pandangan DPD RI atas RUU tersebut, Anggota Komite I DPD RI, Filep Wamafma mengatakan DPD RI berpandangan bahwa pembahasan revisi kedua UU No. 21 tahun 2001 ini telah memberikan koridor yang lebih baik bagi pelaksanaan Otsus ke depan. 

Ia menyebut dengan peningkatan Alokasi Dana Otsus sebesar 2,25% dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional serta perbaikan dalam tata kelola Dana Otsus. 

“RUU ini telah memberikan terobosan-terobosan yang akan memberikan pengaruh yang lebih luas bagi OAP untuk maju, berkembang, dan menjadi tuan di daerahnya sendiri melalui pemberdayaan ekonomi, peningkatan layanan pendidikan, dan peningkatan layanan kesehatan,” ucapnya saat rapat, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/7).

Menurut Filep, DPD RI juga menyambut baik, keputusan-keputusan yang bijak dan adil bagi Orang Asli Papua dalam pemenuhan salah satu hak dasar di bidang politik yaitu adanya Keanggotaan DPRD/DPRK yang diangkat di setiap Kabupaten dan Kota di wilayah Papua.

Menurutnya dengan adanya perhatian bagi masyarakat adat Papua terkait kompensasi terhadap bagi hasil sumber daya alam dan pembentukan Badan Otonomi Khusus yang akan melaksanakan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan koordinasi pelaksanaan Otsus dan pembangunan di Wilayah Papua. Hal itu juga, kata dia, dalam rangka mengoptimalkan arah dan kebijakan pembangunan di Papua dengan tetap memperhatikan kesiapan infrastruktur dasar di setiap daerah serta dengan memperhatikan kesatuan wilayah adat.

Berkaitan dengan pemekaran di wilayah Papua, DPD RI berpandangan bahwa pembentukan daerah otonom seharusnya tidak hanya bertujuan untuk mendekatkan rentang kendali, perbaikan pelayanan kepada masyarakat, dan percepatan pembangunan. 

Akan tetapi juga, lanjut dia, sebagai bentuk penghargaan terhadap keberadaan satuan-satuan masyarakat adat yang ada di tanah Papua. DPD RI memberikan catatan bahwa keterlibatan DPRP dan MRP diharapkan tidak hanya diatas kertas melainkan benar-benar dilibatkan dan menjadi dasar pertimbangan utama dalam pemekaran Provinsi Papua.

Ia menyebut, keterlibatan DPRP dan MRP menjadi sangat penting agar dikemudian hari pemekaran tidak lagi menjadi sumber konflik di tanah Papua melainkan menjadi pintu harmonisasi pembangunan dan kesejahteraan

“Keterlibatan MRP dan DPRP dalam proses pemekaran di tanah Papua merupakan bagian yang harus dihargai dan di hormati, keterwakilan MRP merupakan representasi adat, agama dan perempuan sehingga apapun kebijakan di daerah yang berpedoman pada sistem Otonomi Khusus dengan tetap mengutamakan aspirasi dari rakyat Asli Papua melalui MRP dan DPRP,” ucap Filep.

Filep menuturkan, DPD RI memandang ada hal politik yang sangat berdampak terhadap sejarah peradaban bangsa Indonesia di Papua serta sejarah lahirnya UU No. 21 tahun 2001  yang telah dihilangkan dalam RUU ini. Nilai historis dari UU ini tidak boleh di kesampingkan apalagi dihilangkan. Pemenuhan syarat pembentukan suatu UU harusnya memenuhi syarat formal yaitu yuridis, sosiologis, filosofis dan historis. Hal inilah menurut DPD RI telah hilang dalam RUU ini. DPD RI menekankan agar roh dari undang-undang otsus dikembalikan. 

"Oleh sebab itu, DPD RI berpandangan dan berpendapat tidak setuju jika perubahan konsideran menimbang yang menghilangkan histori UU 21 tahun 2001 dan meminta agar konsideran huruf a,b,c,d,e,f,g,h,i,j,k tetap dinyatakan berlaku," tegasnya.sinpo

Komentar: