ICW Ungkap Penyebab Melonjaknya Laporan Etik di Era Firli CS

Oleh: Agam
Jumat, 25 Juni 2021 | 12:01 WIB
Gedung KPK/Ist
Gedung KPK/Ist

SinPo.id -  Indonesian Corruption (ICW) mengungkap dua hal penyebab maraknya laporan dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Dewan Pengawas (Dewas).

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana berpandangan, maraknya pelaporan dugaan pelanggaran kode etik pegawai KPK karena dua hal. Pertama, hilangnya nilai keteladanan dari Pimpinan KPK.

"Betapa tidak, pada level pimpinan saja, khususnya Ketua KPK, telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan dua kali pelanggaran kode etik. Mulai dari bertemu pihak yang berperkara sampai menunjukkan gaya hidup mewah. Belum lagi ditambah dengan pemeriksaan etik Lili Pintauli Siregar yang besar kemungkinan akan terbukti melanggar kode etik karena menjalin komunikasi dengan pihak berperkara," tutur Kurnia dalam keterangannya pada Jumat, (25/6).

Kedua, hukum etik yang dijatuhkan Dewas tidak mencerminkan pemberian efek jera. Misalnya, putusan terhadap Firli Bahuri yang semestinya dikenakan pelanggaran berat, namun hanya diganjar dengan teguran tertulis.

"Jadi, sederhananya Dewan Pengawas gagal dalam mengirimkan pesan tegas untuk seluruh insan KPK," ujarnya.

Di luar itu, ICW semakin tidak melihat kinerja konkret dari Dewan Pengawas. Sebab, seringkali hal-hal yang ditangani bertolak belakang dengan fakta sebenarnya. Misalnya saja untuk putusan tahun 2020 lalu terhadap Aprizal, Plt Dir Dumas KPK yang semestinya dikenakan terhadap Ketua KPK. Selain itu terdapat pula putusan yang dijatuhkan kepada Yudi Purnomo dalam polemik penyidik Rossa Purbo Bekti.

Dewas KPK juga kerap gagal menggali kebenaran materiil dari suatu peristiwa. Ambil contoh dalam persidangan kode etik Firli Bahuri lalu. Kala itu, Dewas tidak mencermati lebih lanjut perihal kwitansi penyewaan helikopter yang kental dengan nuansa gratifikasi.

Terakhir, proses penanganan dugaan pelanggaran kode etik di Dewas juga lambat. Sebut saja pelaporan sejumlah pegawai non aktif KPK terkait dengan Tes Wawasan Kebangsaan. Jika saja Dewas objektif dan independen, semestinya putusan etik sudah dapat dijatuhkan kepada seluruh Pimpinan KPK.

Sebelumnya, Dewas KPK menyebut, pengaduan dugaan pelanggaran etik mengalami peningkatan signifikan pada 2021 dibanding tahun sebelumnya. Pada 2020 terdapat 30 pengaduan dugaan pelanggaran etik. Namun, hingga sejak Januari hingga Juni 2021 tercatat terdapat 37 pengaduan.

Hal yang sama juga terlihat dalam pengaduan dugaan pelanggaran pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Dewas mengungkapkan bahwa, pada 2020 terdapat 242 pengaduan tentang pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.sinpo

Komentar: