Gerindra Dukung Konstitusi, Percaya Istana Lagi Fokus Pandemi Bukan Presiden 3 Periode

Laporan: sinpo
Rabu, 23 Juni 2021 | 08:58 WIB
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad/Repro
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad/Repro

SinPo.id - Sampai saat ini Gerindra belum pernah mendegar adanya gerakan dari Istana terkait ditambahnya masa jabatan Presiden Indonesia menjadi tiga periode.

Demikian disampaikan Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/6).

Wakil Ketua DPR RI itu mengetahui, saat ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajarannya sedang disibukkan dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang kian hari angkanya terus mengalami peningkatan.

"Kemudian ada yang tadi ditanyakan mengenai gerakan-gerakan Istana saya belum pernah dengar karena gerakan Istana yang ada saat ini adalah mereka sedang gencar ingin menekan laju Covid-19,” ujar Dasco

Lanjut Dasco, dalam rapat-rapat terbatas Presiden Jokowi selalu menekankan kepada para menteri untuk fokus dalam menangani Covid-19. Sehingga bukan membahas jabatan kepala negara tiga periode.

"Presiden siang malam ratas itu untuk menekan laju Covid dan pemulihan ekonomi nasional tidak ada kemudian presiden gencar-gencar ngomong soal bagaimana tiga periode,” katanya.

Ditegaskan Dasco, Partai Gerindra tetap mendukung masa jabatan kepala negara hanya dua periode. Hal itu juga sejalan dengan apa yang terkandung di dalam konstitusi Indonesia.

"Soal wacana tiga periode kita sudah sampaikan bahwa sampai saat ini kita masih berpatokan dengan UUD kita bahwa presiden itu menjabat hanya maksimal dua periode,” katanya.

Saat ini, kata Legislator Dapil Tangerang Raya itu, belum ada situasi genting sehingga harus mengubah UUD 1945 tentang masa jabatan Presiden Indonesia menjadi tiga periode.

Terpenting saat ini adalah menangani Covid-19 yang angkanya mengalami lonjakan tajam.

"Wacana-wacana yang ada itu tentunya harus melalui beberapa tahapan-tahapan terutama amandemen UUD kalau memang diperlukan. Sementara pada saat ini yang perlu adalah menekan laju Covid-19 bukan amandemen UUD,” ungkap dia.

Penasihat Jokpro, M Qodari sebelumnya mengatakan muncul ide menjadikan Jokowi dan Prabowo Subianto berpasangan di Pilpres 2024 karena dirinya bersama dengan relawan lainnya tidak ingin adanya polarisasi di masyarakat.

Dicontohkan, pada Pilpres 2014–2019 terjadi polariasi di masyarakat. Bahkan di Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu juga mengalami hal yang sama. Masyarakat dengan yang lainnya saling menghujat demi membela yang didukungnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI