Ini Alasan Novel Baswedan CS Laporkan Seluruh Pimpinan KPK ke Dewas

Laporan: Agam
Selasa, 18 Mei 2021 | 20:53 WIB
Novel Baswedan dan Hotman Tambunan saat melaporkan seluruh Pimpinan KPK ke Dewas./SinPo/
Novel Baswedan dan Hotman Tambunan saat melaporkan seluruh Pimpinan KPK ke Dewas./SinPo/

SinPo.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengaku sedih telah melaporkan semua Pimpinannya ke Dewan Pengawas (Dewas). Namun, hal tersebut tetap harus dilakukan demi perbaikan. Mengingat pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pimpinan KPK bukanlah kali pertama.

"Sebelumnya, ada pimpinan KPK yang pernah diperiksa dan kemudian diputuskan melakukan suatu kesalahan dengan pelanggaran kode etik," ujar Novel di Gedung KPK Lama, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa, (18/5).

Novel berharap, dengan adanya laporan ini ke Dewas, Pimpinan KPK bisa kian menjaga etika profesinya dalam setiap tindakannya. Dia khawatir, tindakan sewenang-wenang dapat menghambat upaya pemberantasan korupsi di tanah air.

"Oleh karena itu sekali lagi saya katakan keprihatinan dan kami berharap dewan pengawas bisa berlaku seprofesional mungkin demi kebaikan dan demi kepentingan pemberantasan korupsi yang lebih baik," pungkasnya.

Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK lainnya melaporkan seluruh pimpinan lembaga antirasuah ke Dewas.

"Semua pimpinan (yang dilaporkan), karena sebagaimana kita ketahui SK 652 ditandatangani oleh bapak Firli Bahuri dan kita berpikiran itu kolektif kolegial sehingga semua pimpinan kami laporkan," ujar Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK, Hotman Tambunan pada kesempatan yang sama.

Kata Hotman, ada empat poin yang menjadi materi pelaporan puluhan pegawai KPK tersebut. Yang pertama adalah tentang kejujuran. Dalam berbagai sosialisasi, pimpinan KPK mengatakan bahwa tidak ada konsekuensi daripada tes wawasan kebangsaan (TWK) peralihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Kata Hotman, dia juga sependapat dengan pemikiran tersebut, asesmen bukanlah suatu hal yang bisa meluluskan dan tidak meluluskan suatu hal. Namun, pada kenyataannya, pernyataan pimpinan tidak sesuai dengan tindakan yang diambil melalui penerbitan Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tertanggal 7 Mei 2021.

Dalam SK tersebut, terdapat empat poin yang termaktub. Pertama, menetapkan nama-nama yang terlampir dalam SK ini tidak memenuhi syarat (TMS) dalam rangka peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Kedua, memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.

Ketiga, menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini. Keempat, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

"Dan karena ini berkaitan juga dengan hak hak kita sebagai orang yang akan menentukan masa depan kita, maka sudah sewajarnya informasi yang diberikan kepada kita adalah informasi yang benar," tegas Hotman.

Kedua, adalah dugaan adanya pelecehan. Menurut Hotman, ini sebagai bentuk kepeduliannya agar kelak tak ada lagi pelecehan serupa terhadap kaum perempuan, khususnya.

"Bahwa untuk lembaga seperti KPK dilakukan seperti ini, apa yang terjadi terhadap tes-tes yang lain yang notabenenya nilai tawar mereka tidak sekuat KPK," imbuhnya.

Ketiga, lantaran ada tindakan sewenang-wenang yang diduga dilakukan oleh Pimpinan KPK. Itu terlihat dari penerbitan SK Nomor 652 yang dikeluarkan hanya selang tiga hari dari putusan MK bahwa TWK tidak akan memberikan kerugian.

"Menjadi tanda tanya kepada kita apa yang terjadi dengan pimpinan? Bukankah salah satu asas KPK itu adalah kepastian hukum? Bukankah keputusan MK itu merupakan suatu keputusan yang bersifat banding dan final. Kenapa pimpinan justru tidak mengindahkan keputusan ini bahkan mengeluarkan SK Nomor 652 yang sangat merugikan kami," tandasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI