Terima Data SP3 KPK, Mahfud MD Segera Eksekusi Aset BLBI

Aset BLBI

Oleh: Rere
Kamis, 29 April 2021 | 10:40 WIB
Menko Polhukam, Mahfud MD dan Ketua KPK, Firli Bahuri.(Rere)
Menko Polhukam, Mahfud MD dan Ketua KPK, Firli Bahuri.(Rere)

Sinpo.id, Jakarta - 

Menteri Koordinator (Menko) Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Polhukam), Mahfud MD telah menerima data perihal surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3) atas kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami dapat dokumen dari KPK tadi tentang (SP3 kasus BLBI)," ujar Mahfud di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, (29/4/2021).

Selanjutnya, pemerintah akan mengeksekusi aset-aset yang pernah dijaminkan oleh Sjamsul Nursalim, salah satu obligor BLBI. Salah satu jaminan yang akan dieksekusi untuk ditagih adalah aset Bank Dagang Nasional Indonsia (BDNI).

"Aset ini kan pernah dijaminkan, ini belum dieksekusi karena masih ada perkara. Sekarang perkaranya sudah selesai, kita eksekusi sekarang," terang Mahfud.

Mahfud menjelaskan, BLBI mulanya adalah utang keperdataan yang diselesaikan melalui Inpres (Instruksi Presiden) Nomor 8 Tahun 2002. Inpres dikeluarkan oleh presiden pada waktu itu secara sah. Ini juga diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung (MA). Bahkan, DPR juga sudah menganggap permasalahan utang tersebut telah selesai dan menghormati keputusan pemerintah saat itu.

Pembayaran utang berdasarkan Inpres itu terkahir dilakukan pada 2004 dalam bentuk keluarnya beberapa surat keterangan lunas (SKL) dari BPPN. Ada 48 obligor yang melunasi utangnya. Dari puluhan obligor, KPK menemukan satu kasus yang layak dipidanakan yaitu kasus penerbitan SKL BLBI atas jaminan BDNI.

"Sjamsul Nursalim itu punya dua, dia sebagai obligor dan juga debitur melalui bank Dewa Rutji. Yang Dewa Rutji itu tidak masalah, tinggal bayar, kita tagih. Yang BDNI itu jadi masalah, ternyata oleh MA yang kasus Syafruddin Temenggung dan Sjamsul Nursalim itu dinyatakan onslag.  Onslag itu betul ada kerugian negara yang bisa ditagih, tapi itu bukan pidana melainkan perdata," terang Mahfud.

Atas dasar itu, Mahfud meminta masyarakat untuk mendukung upaya penagihan aset yang dilakukan oleh pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) BLBI.

"Kalau mereka yang tidak setuju ini ditagih padahal masalah hukumnya sudah selesai, berarti mereka akan membiarkan kekayaan negara itu akan masuk ke obligor dan masuk ke debitur yang sudah menyatakan punya utang," tegasnya.

Mahfud MD menambahkan, aset BLBI saat ini berkisar Rp 110.443.809.645.467. Nilai tersebut telah disesuaikan dengan hitungan kurs dan pergerakan saham saat ini.sinpo

Komentar: