Pesan Bamsoet Pada Pemerintah Dalam Hadapi Aksi Terorisme

Laporan: Ria
Kamis, 22 April 2021 | 10:00 WIB
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) (Foto: Instagram @bambang.soesatyo))
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) (Foto: Instagram @bambang.soesatyo))

sinpo, Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan aksi terorisme di Indonesia menimbulkan mengkhawatirkan bagi masyarakat Indonesia, seperti dalam waktu tidak sampai satu bulan, Indonesia mengalami dua aksi terorisme di tengah upaya pemerintah terus memberantas terorisme. Untuk itu, ia meminta agar pemerintah melalui aparat TNI dan Polri lebih meningkatkan kewaspadaan dan bersinergi dengan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melakukan deteksi dini aksi teror dan kekerasan, di samping mengefektifkan upaya pemberantasan aksi terorisme. 

"Salah satunya terkait kinerja pemerintah dalam program reintegrasi bekas narapidana terorisme atau napiter, dikarenakan program tersebut seharusnya dapat menyadarkan seorang teroris dan juga mencegah berulangnya aksi terorisme," kata Bamsoet dalam pernyataan tertulis yang diterima sinpo, Rabu, 21 April 2021. 

Selain itu, ia menyebut agar pemerintah memperhatikan sejumlah faktor penyebab terjadinya terorisme dan radikalisme, diantaranya faktor ideologi, faktor tekanan ekonomi, faktor politis, faktor perkembangan teknologi informasi dan internet, serta faktor transnasional, sehingga pemerintah dapat melakukan upaya preventif sejak dini untuk mencegah faktor-faktor tersebut berkembang menjadi aksi terorisme dan radikalisme, seperti upaya pemerintah menanamkan nilai-nilai Pancasila yang baik dan benar dalam kehidupan bermasyarakat, baik melalui pendidikan resmi ataupun melalui diskusi dan seminar. 

"Serta bagaimana upaya pemerintah berhati-hati dalam kemajuan teknologi informasi, mengingat sebelumnya diketahui ada seorang terduga teroris di Cilincing, Jakarta Utara, pada 2019 merakit bom triaseton triperoksida/TATP setelah membeli semua bahannya secara online, " ucapnya. 

Menurutnya, pemerintah dalam melakukan pembinaan terhadap mantan teroris dapat melibatkan psikolog dan tokoh agama, agar mental idiologinya tidak bertentangan lagi dengan ideologi negara, di samping itu diharapkan pemerintah meningkatkan kinerja dari program deradikalisasi sebagai ujung tombak program antiterorisme pemerintah, sehingga para napiter dapat lepas dari jerat jejaring terorisme, dan kembali terintegrasi dengan kehidupan bermasyarakat seperti sebelumnya.

"Kepada pemerintah bahwa sikap terbuka masyarakat dalam menerima bekas napiter kasus terorisme akan terwujud jika diiringi dengan kualitas program deradikalisasi yang baik, sehingga publik tidak akan merasa takut dan khawatir terhadap bekas napiter yang kembali beraktifitas di tengah kehidupan masyarakat akan kembali melakukan tindakan teror, " tuturnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI