ICW Desak KPK Terapkan Obstruction of Justice untuk Internalnya

Laporan: Rere
Rabu, 21 April 2021 | 08:22 WIB
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.(Ist)
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.(Ist)

sinpo, Jakarta - 

Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menerbitkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) dengan dugaan obstruction of justice. Ini terkait dengan adanya dugaan kebocoran informasi di internal KPK.

"Jika ini tidak dilakukan, maka ke depan, tindakan ini akan selalu berulang dan merugikan kerja-kerja keras para penyelidik maupun penyidik KPK," ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, (21/4/2021).

ICW juga berharap, Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk lebih aktif dan bertindak lebih jauh. Misalnya, dengan memeriksa pihak-pihak internal KPK atas dugaan pelanggaran kode etik.

Dalam keterangannya, ICW mengatakan, bahwa KPK yang saat ini dipimpin oleh Firli Bahuri bukanlah KPK seperti sedia kala. Sebab, kalau dulu, KPK dikenal sebagai tumpuan masyarakat untuk dapat memberantas korupsi.

Namun, saat ini, KPK lebih dikenal sebagai lembaga penuh kontroversi dan kian toleran akan praktik korupsi yang dilakukan oleh para koruptor.

"Dalam banyak kesempatan, KPK terlihat setengah hati dalam menangani sebuah perkara," kata Kurnia.

Ambil contoh dalam dugaan suap pajak, hingga saat ini, KPK bahkan belum mengumumkan siapa tersangka dalam perkara itu.

Padahal, lazimnya, tatkala KPK sudah menerbitkan surat perintah penyidikan, maka dengan sendirinya sudah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.

Selain itu, KPK juga mengalami kegagalan dalam memperoleh bukti di Kalimantan Selatan.

"Satu sisi permasalahan ada pada UU KPK karena mekanisme izin berlapis dari Dewan Pengawas, namun problematika kejadian itu mesti pula dilihat akan potensi kebocoran informasi dari internal lembaga anti rasuah itu sendiri," kata Kurnia.

Kurni menggariskan, kegagalan tindakan-tindakan hukum KPK bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya pada perkara suap pergantian antar waktu anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku juga pernah terjadi hal serupa.

Kala itu, KPK gagal meringkus pihak-pihak tertentu di PTIK Jakarta dan juga tidak berhasil menyegel kantor DPP PDIP.

Selanjutnya, dalam perkara suap pengadaan paket bansos di Kemensos, KPK juga mesti puas dengan tangan hampa ketika ingin menggeledah beberapa tempat.

Sebelumnya, Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris meminta pimpinan lembaga antirausah mengusut kebocoran informasi penggeledahan di Kalsel.

Pasalnya, kebocoran informasi itu, berakibat pada hilangnya barang bukti rasuah penerimaan hadiah atau janji terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

"Terkait dugaan kebocoran informasi penggeledahan, melalui forum rapat koordinasi pengawasan (Rakorwas) triwulan I dengan Pimpinan pada Senin, tanggal 12 April 2021 yang lalu, Dewas telah meminta Pimpinan KPK untuk mengusut sumber kebocoran informasi tersebut agar pelakunya bisa ditindak," kata Syamsuddin Haris kepada awak media.

Sebagai informasi, KPK tidak menemukan barang bukti saat menggeledah korporasi di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, dan sebuah lokasi di Kotabaru, Kalimantan Selatan pada Selasa, 13 April 2021 dan pada Jumat, 9 April 2021.

Barang bukti yang dicari lembaga antirasuah diduga sengaja dihilangkan oleh pihak-pihak tertentu.

Penggeledahan itu dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan pemeriksaan perpajakan Tahun 2016 dan 2017 pada Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI