Presiden Tegaskan Komitmen Berantas Intoleransi

Laporan: Tisa
Rabu, 07 April 2021 | 12:48 WIB
Presiden Joko Widodo saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) IX Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Tahun 2021, secara virtual, Rabu, (7/4/2021). (foto: Humas Setkab)
Presiden Joko Widodo saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) IX Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Tahun 2021, secara virtual, Rabu, (7/4/2021). (foto: Humas Setkab)

sinpo, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen pemerintah untuk terus mendorong moderasi beragama di Indonesia. Menurutnya, sikap-sikap intoleransi perlu dihilangkan karena berpotensi merusak persatuan bangsa dan menimbulkan perpecahan.

“Sikap-sikap yang tidak toleran, apalagi yang disertai dengan kekerasan fisik maupun verbal harus hilang dari bumi pertiwi Indonesia. Sikap keras dalam beragama yang menimbulkan perpecahan dalam masyarakat tidak boleh ada di negeri kita yang kita cintai ini,” kata presiden saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) IX Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Tahun 2021, secara virtual, Rabu, (7/4/2021).

Ia menambahkan, kehidupan keagamaan harus berpedoman kepada ajaran keagamaan yang sejuk, ramah, serta mengedepankan toleransi, bukan yang bersifat tertutup dan eksklusif.

Peran organisasi keagamaan di Indonesia sangatlah besar dalam meningkatkan moderasi beragama yang mendukung persatuan dan kesatuan bangsa. Ini, kata presiden, bisa diciptakan lewat empat hal.

Pertama, organisasi keagamaan harus memiliki komitmen kebangsaan yang kuat, mengedepankan penerimaan prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi kita, serta menjunjung tinggi ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, serta tata kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kedua, organisasi keagamaan harus menjunjung tinggi sikap toleransi kepada sesama, menghormati perbedaan, serta memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya.

Ketiga, organisasi keagamaan harus memiliki prinsip, utamanya prinsip anti kekerasan, dam menolak tindakan yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan verbal.

Terakhir, organisasi keagamaan diminta untuk menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam.

“Organisasi keagamaan harus menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat bineka, ramah dan terbuka terhadap keberagaman tradisi yang merupakan warisan leluhur kita, ramah dan terbuka terhadap seni dan budaya masyarakat lokal dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika kita sebagai bangsa Indonesia,” ucapnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI