Hadapi Era 4.0,Program Diploma Tiga Ditingkatkan menjadi Sarjana Terapan
sinpo,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) menggelar Webinar Peningkatan Program Diploma Tiga (D-3) menjadi Sarjana Terapan atau Diploma Empat (D-4) secara virtual, Selasa (16/2). Acara itu dihadiri oleh para pemimpin perguruan tinggi vokasi (PTV) di seluruh Indonesia serta pelaku industri dan usaha. Kebijakan ini merupakan bagian utama transformasi pendidikan vokasi.
Peningkatan program studi D-3 menjadi sarjana terapan harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya adalah PTV memiliki Program D-3 terakreditasi minimal peringkat B atau baik sekali serta memiliki kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Selain itu, PTV juga wajib memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Ditjen Diksi, seperti mempersiapkan kerja sama dengan DUDI, mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, kurikulum yang kolaboratif dengan DUDI, serta regulasi akademik yang mendukung. Peningkatan D-3 menjadi sarjana terapan bersifat opsional (tidak wajib) dan disesuaikan dengan kebutuhan link and supermatch dengan DUDI.
Pada kesempatan itu, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi), Wikan Sakarinto menyatakan bahwa pada prinsipnya untuk meningkatkan (upgrade) D-3 menjadi sarjana terapan, harus dilakukan bersama DUDI dengan skema taut suai (link and match) 8 + i. “Di antaranya mencakup kurikulum yang disusun bersama dan berstandar DUDI; sertifikasi kompetensi guru, dosen, dan peserta didik yang sesuai standar dan kebutuhan DUDI; project based learning; menghadirkan ahli dari industri secara rutin untuk mengajar; dan seterusnya,”paparnya.
Adapun industri yang menjadi pengguna (user) lulusan, boleh berupa usaha mikro kecil menengah (UMKM), kecil, besar, maupun pemerintah daerah. Wikan menekankan bahwa kebersamaan harus dibangun antara PTV dan DUDI. “Paket menu link and match pada intinya adalah keterlibatan DUDI dalam semua aspek penyelenggaraan pendidikan vokasi. Kita “masak bersama” menu yang dibutuhkan industri,”ujar Wikan.
“Keuntungan program ini adalah peringkat akreditasi boleh jadi tetap, apabila prodi yang diusulkan peringkat akreditasinya A, dan kalau memenuhi syarat, D-4-nya berakreditasi A. Kalau ada yang di bawah itu, akan disesuaikan oleh BAN-PT dalam waktu tertentu, agar akreditasinya dapat sama dengan prodi sebelumnya. Kita tetap berharap, antara akreditasi D-3 dengan D-4 sama,”tutur Suhendrik.
Perguruan Tinggi Vokasi Harus Mampu Menjawab Tantangan Upgrading
Menurut Dirjen Wikan, perubahan zaman harus mampu disikapi dengan adaptasi yang tinggi. Lulusan D-4 harus kompeten, baik secara kognitif, keterampilan nonteknis (soft skills), dan integritasnya. Hal Ini resep yang dinilainya harus ada dalam kurikulum D-4. Maka, pengembangan kurikulum harus berfokus pada karakter. “Jangan hanya (berkutat) di keterampilan teknis (hard skills) saja karena yang dibutuhkan industri adalah pemimpin-pemimpin di lapangan,”tegas Wikan.
.
Wikan Sakarinto mendorong para pemimpin kampus vokasi “merancang” D-4 bersama industri selaku calon pengguna (user) lulusan. Dengan demikian, lulusan vokasi semakin dikenal karena perguruan tinggi turut mengedukasi masyarakat tentang pendidikan vokasi. Menurutnya, ketika semua politeknik dan kampus vokasi bergerak meningkatkan (upgrade) diploma tiga ke diploma empat maka industri akan menyadari dan tertarik. “Ayo kita buat (vokasi) lebih baik, jangan hanya ingin membikin ijazah diploma empat atau ijazah S-1 Terapan. Saya harap, niat bapak dan ibu membuat D-4 bukan hanya untuk asal lulus atau berjualan prodi,”tutur Wikan.
Perbedaan utama D-4 dan S-1 adalah porsi praktik yang lebih besar ketimbang teori, walaupun kedua jalur tersebut mewajibkan peserta didik merampungkan 144 sistem kredit semester (SKS). Wikan mengakui, bahwa lulusan D-4 memiliki kelebihan yaitu perolehan project protfolio, serta pengasahan keterampilan nonteknis (soft skills) dan keterampilan teknis (hard skills) yang kuat, selain ijazah dan transkrip. “Dalam piramida dunia kerja, D-4 lebih banyak dibutuhkan daripada S-1. Namun, D-4 dan S-1 sama labelnya dalam KKNI yaitu level 6 KKNI,”ucap Wikan mengingatkan.
Senada dengan itu, hadir dari perwakilan industri, Presiden Direktur PT Astra Graphia Tbk., Hendrix Pramana menyatakan bahwa industri membutuhkan talenta-talenta yang sesuai dengan inti bisnis. “Contohnya, perusahaan kami yang bergerak di bidang teknologi informasi,”kata Hendrix. Astra Graphia Tbk. merupakan anak perusahaan PT Astra Internasional yang 77% sahamnya dimiliki Astra Internasional dengan 33 cabang operasi dan 93 poin layanan dari Sabang hingga Merauke.
“Dalam mencari talenta, kami melihat tiga hal, yaitu hard skills atau kemampuan terkait industri spesifik tersebut. Dalam dunia IT, kami membutuhkan orang yang menguasai kecerdasan buatan, pembelajaran mesin (machine learning), komputasi awan (cloud computing), dan sebagainya. Pengetahuan ini dibutuhkan untuk mendukung peran teknologi informasi di perusahaan, tetapi itu tidak cukup,”kata Hendrix.
Menurutnya, pada era 4.0 ini semakin dibutuhkan talenta-talenta dengan penguasaan keterampilan nonteknis (soft skills) mumpuni seperti kemampuan memecahkan masalah yang kompleks dan berpikir kritis untuk menjawab tantangan serta memberikan solusi kepada pelanggan. Talenta yang inovatif, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif sangat dibutuhkan sebagai project manager, konsultan, dan insinyur. Selain itu, mereka juga harus memiliki jiwa kepemimpinan dan kemampuan mengelola dinamika kelompok, khususnya di bidang teknologi informasi dibutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak.
Aspek terakhir yang amat dibutuhkan adalah sikap dan nilai-nilai (attitude and values), dan ini berkaitan dengan integritas. “Integritas termasuk pentingnya rasa ingin tahu, adaptasi, dan orientasi terhadap pelayanan,”ujar Hendrix yang menilai tiga aspek ini saling berkaitan dan dibutuhkan secara seimbang.

